belum berakhir
biu sudah duduk dengan nyaman di meja bulat tidak jauh dengan kasir yang sedang menerima pesanan para pelanggan yang datang. sesuai dengan perkataannya, ia menggunakan baju hitam dengan dipadukan celana jeans pendek. biu mengetukkan jari dengan bosan. mungkin salahnya yang berangkat terlalu cepat, padahal perjalanan dari rumah ke cafe ini hanya memerlukan waktu kurang lebih sepuluh menit jika menggunakan sepeda motor.
cafe yang mereka datangi memang cukup terkenal di daerah ini, biu cukup terkejut karena daerahnya dengan teman internetnya, ben, cukup dekat. sebenarnya pertemuan kali ini biu lakui dengan nekat, beberapa worst case scenario sudah disiapkan, misal ternyata ben adalah om om mesum, tangan biu sudah sigap untuk segera menelepon apo, asa dan us. tidak ada yang tau kan apa yang bisa terjadi ke depannya?
beberapa kali lonceng pintu masuk berbunyi, namun tanda tanda kedatangan ben belum terlihat juga. biu menghela nafas, untung ia memilih untuk duduk menghadap langsung ke pintu masuk, jadi ia bisa segera membaca situasi yang ada (jikalau ada kenalannya yang datang ke tempat ini juga).
kopi yang sudah ia pesan untuk dirinya dan juga ben, sudah berkeringat (airnya menetes dari atas cup ke bawah, menciptakan sedikit genangan air diatas meja). dua kali lonceng berbunyi, pertanda ada seseorang yang masuk.
ia bisa melihat presensi lelaki yang ia taksir sejak lama baru saja datang menggunakan jaket jeans berwarna gelap. biu seketika gelagapan, ia segera mencari ponselnya untuk mengetikkan beberapa kalimat yang akan dikirimkan kepada ben.
untungnya bible langsung melengos pergi, tetapi hal ini tidak membuat biu tenang. lelaki manis itu langsung bertanya dimana posisi ben sekarang, niatnya kalau posisinya masih jauh ia akan keluar dan memberitahu ben untuk ke tempat lain.
namun balasan dari ben membuat dahinya mengernyit, maksudnya apa? di depannya?
“halo bee,” suara yang tidak asing itu membuat biu langsung menatap kearah depan. itu bible. menyapa dengan panggilan yang biu pakai di akun alter. bee.
biu terkejut, mulutnya terlalu kaku untuk menjawab sapaan itu. rasanya ia ingin menangis sekarang juga. mau maju kena, mundur juga gak bisa. mungkin itu yang bisa menggambarkan situasi biu sekarang.
biu gak mau percaya sama situasi sekarang—yang sama sekali gak pernah ia duga sebelumnya.
“bee, aku ben.” kalimat yang biu takuti akhirnya muncul. ia menggeleng dan tidak sadar air matanya sudah turun. ia malu, ingin rasanya menenggelamkan diri di air sekarang juga.
bayangan tentang dirinya yang begitu binal di akun tersebut terlintas. bagaimana ia menggoda ben, bagaimana ia memposting konten tubuhnya dengan pose tidak senonoh.
bible yang berada di depan biu hanya tersenyum, sejujurnya ia tidak tega untuk muncul secepat ini di depan biu. apalagi ia tau pasti biu sekarang sangat malu terhadap dirinya.
“bee, it's alright, i know you better than the others do. we aren't strangers anymore. hey look at me,” biu menggeleng, sekarang malah ia sudah menutup wajahnya dengan tangan mungilnya. bible tertawa lepas, gemasnya.
“oke oke aku nyerah, gimana kalau kita kenalan ulang pas kamu udah gak malu?”
biu mengangguk. setelah itu bible mengambil tempat disamping biu. walaupun memang dirinya terlihat lebih tenang, tetapi pikirannya sama kacaunya dengan biu. ia pun juga malu, bagaimana kalau informasi tentang dirinya yang wibu akut ini tersebar seantero kampus?
“kamu nyebelin...” lirih biu, bible menengok. mata mereka sama sama bertatapan.
bodoh memang, bagaimana mereka tidak sadar, padahal selama ini banyak kode tweet yang keduanya buat. apalagi nama ben dan bee yang diambil dari nama asli mereka berdua.
bible menjulurkan tangan ke hadapan biu, matanya yang tajam seperti berkata, “ayo kenalan ulang, kamu udah tenang kan?”
“bible, biasanya kamu panggil ben atau bocah.”
biu mendengus geli, tidak habis pikir bisa bisanya ia memanggil crushnya sendiri bocah.
“biu, biasanya kamu panggil bee. orang yang sering kamu ceramahin, ujung ujungnya traktears aku juga...”
“eh woi jangan di highlight bagian traktearsnya,” bible sekarang yang gantian menutup wajahnya malu. biu dapat melihat telinganya yang memerah, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih.
biu akhirnya tertawa lepas entah antara melihat bible yang berbeda 180 derajat dari yang biasanya atau karena kebodohannya sendiri.
lalu ia tersadar, apa jangan jangan selama ini bible sudah tau duluan?
“kamu udah tau ya? nyebelin ih.” cecarnya. suara biu naik beberapa oktaf hampir seperti pekikan, sedangkan yang ditanya hanya tersenyum lebar.
biu yang melihat reaksi bible, langsung mencubit lengan bible dengan kencang.
bible mengaduh sambil menepuk lengannya pelan, “aduh, sumpah bee aku baru tau kemarin. itu juga belum 100% tau, aku masih ngira ngira.” belanya.
baik biu, maupun bible sama sama terdiam, keduanya sibuk memperhatikan satu sama lain. bible yang baru menyadari biu seindah itu, atau biu yang tenggelam dalam tatapan bible yang mempesona.
sampai akhirnya biu teringat sesuatu, “KAMU UDAH TAU DONG AKU SUKA KAMU?!”
bible mengangguk, “lagipula aku juga suka kamu. tapi pas jadi bee.”
“kenapa gak suka aku pas jadi biu?” tanyanya dengan nada sinis. cih pasti suka sama badan gue doang, pikir biu.
“there's no reason about it, tapi aku suka bee karena lebih jadi diri sendiri aja dibanding pas kamu jadi biu.”
“kamu nih ngomong gini seolah olah aku berkepribadian ganda deh.”
“gak apa apa, aku kan juga kepribadian ganda. satunya jadi anime.”
“apasih bocah.”
tiba tiba bible merentangkan tangannya, “sini, katanya dulu kamu minta peluk.”
biu gak punya alesan buat nyangkal, yang pertama, memang ia meminta dipeluk ben. yang kedua, masa ia mau menolak pelukan gratis crushnya?
“aku seneng bisa ketemu sama ben, tapi lebih seneng bennya jadi bible.”
“aku malah lebih seneng bisa peluk bee daripada biu.”
lalu keduanya bertatapan, “kayaknya kita harus kenalan dari awal lagi deh.”
. . .
myuffins, 2022.