myuffins

biu sudah duduk dengan nyaman di meja bulat tidak jauh dengan kasir yang sedang menerima pesanan para pelanggan yang datang. sesuai dengan perkataannya, ia menggunakan baju hitam dengan dipadukan celana jeans pendek. biu mengetukkan jari dengan bosan. mungkin salahnya yang berangkat terlalu cepat, padahal perjalanan dari rumah ke cafe ini hanya memerlukan waktu kurang lebih sepuluh menit jika menggunakan sepeda motor.

cafe yang mereka datangi memang cukup terkenal di daerah ini, biu cukup terkejut karena daerahnya dengan teman internetnya, ben, cukup dekat. sebenarnya pertemuan kali ini biu lakui dengan nekat, beberapa worst case scenario sudah disiapkan, misal ternyata ben adalah om om mesum, tangan biu sudah sigap untuk segera menelepon apo, asa dan us. tidak ada yang tau kan apa yang bisa terjadi ke depannya?

beberapa kali lonceng pintu masuk berbunyi, namun tanda tanda kedatangan ben belum terlihat juga. biu menghela nafas, untung ia memilih untuk duduk menghadap langsung ke pintu masuk, jadi ia bisa segera membaca situasi yang ada (jikalau ada kenalannya yang datang ke tempat ini juga).

kopi yang sudah ia pesan untuk dirinya dan juga ben, sudah berkeringat (airnya menetes dari atas cup ke bawah, menciptakan sedikit genangan air diatas meja). dua kali lonceng berbunyi, pertanda ada seseorang yang masuk.

ia bisa melihat presensi lelaki yang ia taksir sejak lama baru saja datang menggunakan jaket jeans berwarna gelap. biu seketika gelagapan, ia segera mencari ponselnya untuk mengetikkan beberapa kalimat yang akan dikirimkan kepada ben.

untungnya bible langsung melengos pergi, tetapi hal ini tidak membuat biu tenang. lelaki manis itu langsung bertanya dimana posisi ben sekarang, niatnya kalau posisinya masih jauh ia akan keluar dan memberitahu ben untuk ke tempat lain.

namun balasan dari ben membuat dahinya mengernyit, maksudnya apa? di depannya?

“halo bee,” suara yang tidak asing itu membuat biu langsung menatap kearah depan. itu bible. menyapa dengan panggilan yang biu pakai di akun alter. bee.

biu terkejut, mulutnya terlalu kaku untuk menjawab sapaan itu. rasanya ia ingin menangis sekarang juga. mau maju kena, mundur juga gak bisa. mungkin itu yang bisa menggambarkan situasi biu sekarang.

biu gak mau percaya sama situasi sekarang—yang sama sekali gak pernah ia duga sebelumnya.

“bee, aku ben.” kalimat yang biu takuti akhirnya muncul. ia menggeleng dan tidak sadar air matanya sudah turun. ia malu, ingin rasanya menenggelamkan diri di air sekarang juga.

bayangan tentang dirinya yang begitu binal di akun tersebut terlintas. bagaimana ia menggoda ben, bagaimana ia memposting konten tubuhnya dengan pose tidak senonoh.

bible yang berada di depan biu hanya tersenyum, sejujurnya ia tidak tega untuk muncul secepat ini di depan biu. apalagi ia tau pasti biu sekarang sangat malu terhadap dirinya.

bee, it's alright, i know you better than the others do. we aren't strangers anymore. hey look at me,” biu menggeleng, sekarang malah ia sudah menutup wajahnya dengan tangan mungilnya. bible tertawa lepas, gemasnya.

“oke oke aku nyerah, gimana kalau kita kenalan ulang pas kamu udah gak malu?”

biu mengangguk. setelah itu bible mengambil tempat disamping biu. walaupun memang dirinya terlihat lebih tenang, tetapi pikirannya sama kacaunya dengan biu. ia pun juga malu, bagaimana kalau informasi tentang dirinya yang wibu akut ini tersebar seantero kampus?

“kamu nyebelin...” lirih biu, bible menengok. mata mereka sama sama bertatapan.

bodoh memang, bagaimana mereka tidak sadar, padahal selama ini banyak kode tweet yang keduanya buat. apalagi nama ben dan bee yang diambil dari nama asli mereka berdua.

bible menjulurkan tangan ke hadapan biu, matanya yang tajam seperti berkata, “ayo kenalan ulang, kamu udah tenang kan?”

“bible, biasanya kamu panggil ben atau bocah.”

biu mendengus geli, tidak habis pikir bisa bisanya ia memanggil crushnya sendiri bocah.

“biu, biasanya kamu panggil bee. orang yang sering kamu ceramahin, ujung ujungnya traktears aku juga...”

“eh woi jangan di highlight bagian traktearsnya,” bible sekarang yang gantian menutup wajahnya malu. biu dapat melihat telinganya yang memerah, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih.

biu akhirnya tertawa lepas entah antara melihat bible yang berbeda 180 derajat dari yang biasanya atau karena kebodohannya sendiri.

lalu ia tersadar, apa jangan jangan selama ini bible sudah tau duluan?

“kamu udah tau ya? nyebelin ih.” cecarnya. suara biu naik beberapa oktaf hampir seperti pekikan, sedangkan yang ditanya hanya tersenyum lebar.

biu yang melihat reaksi bible, langsung mencubit lengan bible dengan kencang.

bible mengaduh sambil menepuk lengannya pelan, “aduh, sumpah bee aku baru tau kemarin. itu juga belum 100% tau, aku masih ngira ngira.” belanya.

baik biu, maupun bible sama sama terdiam, keduanya sibuk memperhatikan satu sama lain. bible yang baru menyadari biu seindah itu, atau biu yang tenggelam dalam tatapan bible yang mempesona.

sampai akhirnya biu teringat sesuatu, “KAMU UDAH TAU DONG AKU SUKA KAMU?!”

bible mengangguk, “lagipula aku juga suka kamu. tapi pas jadi bee.”

“kenapa gak suka aku pas jadi biu?” tanyanya dengan nada sinis. cih pasti suka sama badan gue doang, pikir biu.

there's no reason about it, tapi aku suka bee karena lebih jadi diri sendiri aja dibanding pas kamu jadi biu.”

“kamu nih ngomong gini seolah olah aku berkepribadian ganda deh.”

“gak apa apa, aku kan juga kepribadian ganda. satunya jadi anime.”

“apasih bocah.”

tiba tiba bible merentangkan tangannya, “sini, katanya dulu kamu minta peluk.”

biu gak punya alesan buat nyangkal, yang pertama, memang ia meminta dipeluk ben. yang kedua, masa ia mau menolak pelukan gratis crushnya?

“aku seneng bisa ketemu sama ben, tapi lebih seneng bennya jadi bible.”

“aku malah lebih seneng bisa peluk bee daripada biu.”

lalu keduanya bertatapan, “kayaknya kita harus kenalan dari awal lagi deh.”

. . .

myuffins, 2022.

matahari terbit dari ufuk timur, suara bising yang ditimbulkan oleh para burung yang bertengger di atap rumah terdengar merdu. sosok manis yang masih tertidur di atas ranjangnya, terganggu dengan suasana pagi ini. pagi cerah dengan awan yang tidak terlalu banyak. senyumnya mengembang walau mata cantiknya masih terpejam sempurna.

“pagi bible sayang, pagi semua, pagi dunia!” ucapnya dengan cengiran yang luar biasa lebarnya. kedua tangannya ia bawa ke ponsel yang masih tergeletak di nakas samping kasur.

yah mati, yaudah lah charge dulu.

setelah selesai mengisi daya batre ponselnya, biu berdiri, membereskan kasur juga memilih pakaian untuk bertemu bible, pujaan hati yang sudah menjalin kasih dengan dirinya hampir 10 tahun. tinggal menghitung hari selama 20 kali, dirinya akan resmi menjadi milik bible selamanya.

membayangkannya saja sudah membuat biu tersenyum lebar. pilihan bajunya tertuju kepada baju putih yang dipadukan dengan cardigan biru kesayangannya.

ia berlari kecil menuju dapur untuk membuat roti dengan selai cokelat lengkap dengan teh manis hangat untuk minumannya.

suara kucingnya yang terus mengeong terdengar, suara mino mendominasi di ruangan dapur yang begitu sunyi dan senyap. buru buru biu mengangkat mino keatas pangkuannya, mengambil snack khusus kucing yang terkhususkan untuk mino makan.

“enak? nanti aku beliin lagi ya sama bible. mino mau apa lagi? mau mainan?” tangannya mengusap kepala minonya dengan penuh sayang. biu ingat dirinya mengadopsi mino bersama bible sehabis pulang dari acara tunangan mereka berdua. Katanya, “buat si tersayang biar gak kesepian kalo aku gak bisa ketemu.”

pukul 9 pagi hari, biu sudah rapih menggunakan pakaian dan sudah berdandan. biu menyalahkan ponselnya, beratus-ratus notifikasi masuk menimbulkan getaran dan bunyi yang berisik. ada dari apo, us, bas, job, dan masih banyak yang lainnya. yang paling menonjol ada nama mami, papi, dan ta. dahinya mengernyit, bingung. kedua alisnya menyatu, bibirnya mencebik lucu.

“ada apa sih ini? nikah gue dipercepat ya?” belum lama ia berpikir seperti itu, bel apartmentnya berbunyi dengan keras, terkesan tergesa gesa, dan terlalu banyak dibunyikan. biu berlari membuka pintu, ia cukup terkejut dengan adanya apo yang sudah penuh dengan air mata. tubuhnya yang memang lebih kecil langsung dipeluk erat.

“po ada apa? lo putus sama kak mile, ya? heh, jawab...” tanya biu yang masih berada didekapan apo. tangannya ia bawa untuk mengusap, menenangkan sahabatnya.

“bi, bible udah gak ada.”

tawa biu terdengar dengan indah, beberapa air mata keluar karena menurutnya ini terlalu lucu untuk didengar.

“gue bener ini bi jangan ketawa, bible lu udah gak ada,” kata apo.

biu termenung sebentar, “gimana? gue baru kemarin malem chat anjir, hari ini mau pacaran malah. coba buktiin ke gue sekarang.”

setelah mengunci apartmentnya, biu dibawa apo langsung menuju rumah orangtua bible. baru sampai depan jalan untuk masuk, terdapat bendera kuning yang berjumlah cukup banyak. semakin masuk, biu bisa melihat banyak sekali karangan bunga juga banyak mobil yang terparkir di halaman kosong yang terdapat di depan rumah kekasihnya.

lamunannya buyar, ia tersadar kala tubuhnya direngkuh kembali oleh apo, dibawa masuk ke rumah bercat putih yang dipenuhi oleh banyak orang. ada saudara bible, ada juga teman temannya yang berdiri di depannya.

kakinya entah kenapa langsung lemas dengan tiba tiba, kepalanya agak berputar sedikit. biu berdiri tepat di pintu masuk, dirinya bisa melihat ada papa dan mamanya yang masih menangis di depan mami dan papi. ada juga ta yang masih berdoa disamping peti seseorang yang sudah terbaring kaku.

biu berontak dari dekapan apo, terduduk di hadapan sang kekasih yang hanya berbeda beberapa bulan dengannya. kekasih semasa smp sampai sekarang. biblenya yang akan menjadi suaminya dalam hitungan hari.

beberapa orang di rumah binle langsung menatap biu iba, mereka tidak bisa berbuat apapun, karena kuasa tuhan yang sudah memanggil hamba tersayangnya untuk berdiri di sampingnya, sang penguasa alam semesta.

biu menangis, baru kali ini ia melihat pemandangan yang sangat tidak pernah ia bayangkan. biu ingin marah dengan sang penguasa, marah membuat hidup sempurnanya hancur dalam beberapa kejapan.

ta merangkak kearah biu, memeluk calon kakak iparnya. mengingat kata kata abangnya beberapa bulan lalu, “ta, kalo abang gak ada terus kak biunya sedih, ta harus peluk sama tenangin kak biu ya? gimana pun kak biu kan calon kakak iparmu, juga orang yang paling abang sayang.”

“ta, kata masmu hik kemarin dia hhh mau peluk kakak...” rintihan kesedihan milik biu makin membuat suasana semakin suram. banyak teman mereka berdua yang datang untuk memeluk biu, mengucap kata kata penenang.

tanpa mereka sadari, sosok yang sedang mereka tangisi tersenyum dalam diam. ikut merengkuh tubuh biu tanpa terlihat oleh yang lain.

karena, bible akan selalu memeluk biu ketika sedang sedih.

“biu,” apo memanggil biu yang sedang celingukan mencari keberadaan ketiga sahabatnya itu.

kemarin malam mereka memang sudah membuat janji untuk makan disini sekaligus mengobrol tentang masalah yang sedang dialami keempatnya. terhitung sudah tiga minggu lamanya mereka tidak berinteraksi di group yang sama.

biu tersenyum saat melihat lambaian tangan apo. disana sudah terlihat asa dan us yang menunduk, mungkin masih marah ya sama gue? pikir biu.

“hai sorry ya kalau telat—“ ucapan biu terhenti, bukannya sapaan malah pelukan lah yang dirasakan oleh biu saat sampai di meja ketiganya.

biu menoleh kesampingnya, terlihat us yang sudah menangis di bahunya, membuat genangan bekas air mata di kemeja berwarna biru milik biu. dia pun menepuk punggung us seolah olah berkata, “gak apa apa us jangan nangis.”

“kenapa nangis sih?” biu bertanya. dia menjauhkan us dari pelukannya. terlihat banyak genangan air mata di pipi gembilnya, juga bibirnya yang mencebik.

asa yang sedaritadi duduk juga berdiri dan ikut memeluk biu seperti yang us lakukan. “i’m sorry bi.”

biu tersenyum, “hey listen, gue udah maafin kalian dari awal. maaf ya kalau gue buat kalian kaget, gue bukan sebaik yang kalian kira…” lirihnya.

asa dan us yang mendengar itu langsung mengeratkan pelukannya kepada biu. yang mana hal tersebut membuat apo terkekeh, setidaknya satu persatu masalah sudah berlalu.

“enggak kemarin perkataan gue udah parah banget, maaf ya gue baru sadarnya lama kalau kata kata kayak gitu gak bagus buat diucapin. kalo lo mau marah sama gue marah aja biu. gausah temenin gue juga gak apa apa,” kata us penuh sesal.

dengan cepat biu menggelengkan kepalanya.

“emang gue marah awalnya. gue kesel sama lo berdua. gue marah sama keadaan gue yang harus kayak jual diri gini. gue marah sama bunda, tante, sama bapak. kayak, bisa gak sih tinggalin gue sendiri. gue mau nangis dan nyalahin dunia yang udah kejam sama gue,” ucap biu. namun kemudian ia tersenyum dan mengusap punggung keduanya.

“tapi gue inget masih punya kalian bertiga. temen yang selalu ada pas gue butuh awal masuk kuliah, temen yang selalu gue sayang sampai kapan pun, temen yang udah gue cintain kayak gue cintain diri gue sendiri.”

“jadi jangan ngomong buat gue jauhin kalian lagi ya, gue sayang banget sama lo semua.”

apo tersenyum, ia langsung menerjang ketiganya dan masuk ke dalam pelukan tersebut.

asik apo, asa, us, biu around the world!

malam ini suara jangkrik mendominasi, jalanan begitu sepi—hanya terlihat dua tiga kendaraan yang lewat. tetapi hal ini tidak membuat takut pemuda yang masih asyik menatap langit sambil sesekali mengecek ponselnya.

“biu, is that you?” yang dipanggil menoleh, kaget. tepat dibelakangnya sudah ada pemuda yang mengambil perhatiannya beberapa bulan ini. dia memakai kacamata dan menggunakan kaos berwarna hitam, lengkap dengan sweatpants dengan warna senada.

bibirnya kaku sejenak, “e-eh bible, ngapain disini?” pertanyaan bodoh, biu merutuki dirinya sendiri.

bible terkekeh, ia sudah menyadari ada bekas air mata yang masih menghiasi pelupuk mata lelaki di hadapnnya ini. tapi dia memilih untuk diam.

“lo yang harus gue tanya, what are you doing in here. dingin loh biu, lo gak apa apa?”

biu menggeleng, “udah biasa. lo mau kemana?”

bible akhirnya mengambil tempat disamping biu, ia lalu melihat tas yang berada di bawah kakinya. mau kemana dia, udah malem gini?

biu yang menyadari arah pandang bible, langsung mengambil tas tersebut dan menempatkan di atas pahanya.

“gue mau beli makan, laper. lo mau ikut? bahaya sendirian disini,” jawabnya. namun lagi lagi biu menggeleng. merasa tidak puas dengan jawaban tersebut, bible mengerutkan dahinya.

“gak laper,” jawabnya yang berbanding terbalik dengan suara perut yang sudah meronta ronta untuk diisi.

“itu gak laper?” bible lalu mengusak rambut biu, sedikit merapihkan. “ayo, bills on me. disini ada nasi goreng langganan gue yang enak.”


“bang nasi goreng dua porsi–“ bible menoleh kearah biu, “pedes gak?”

“jangan, gak bisa makan pedes,” jawab biu, tak lama setelah itu bible kembali. menatap biu yang sedang menunduk sambil memainkan kulit kukunya yang mengelupas.

keduanya duduk sambil menikmati keheningan yang ada. mereka larut pada pikirannya masing masing.

“jangan dimainin gitu, nanti berdarah,” kata bible yang berhasil memecah keheningan yang ada. tangannya mengambil tangan biu dan mengecek apakah ada yang terluka atau tidak. sontak hal tersebut membuat biu terlonjak kaget.

biu yang agak salah tingkah langsung mengambil tangannya. ia yakin sekarang pipinya sudah merah padam.

“ah sorry bi, gue biasa sama adek kayak gitu soalnya,” ujar bible sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal. bego ngapain kayak gitu sih bib?

“gak apa apa, thank you ya udah diingetin. gue suka mainin kulit kuku gitu soalnya.”

nasi goreng yang mereka pesan sudah berada di hadapan keduanya sekarang. baru ingin memakannya, ingatan tentang us dan asa kembali muncul dibenak biu. ia menghentikan gerakan sendok dan garpunya.

bible yang menyadari biu yang tertunduk kembali, langsung menoleh dan bertanya, “kenapa gak dimakan?”

biu yang ditanya seperti itu langsung buru buru memasukan nasi tersebut ke mulutnya dan mengunyah dengan lanbat. air mata yang sudah ada di pelupuknya turun begitu saja.

bible menyadari bahwa ada yang tidak beres disini, tapi dia memang siapa?

tangisan biu pecah. rasa gurih nasi goreng bercampur dengan air matanya yang masih turun dengan deras. “bible nasi gorengnya asin… garemnya kebanyakan kali ya?”

bible menghela nafas, ia memberikan kode kepada penjual nasi goreng tersebut untuk diam. untung disana hanya ada mereka bertiga. setidaknya saat biu sudah agak tenang, ia tidak akan malu karena menangis.

“iya ya, asin banget. nanti gue marahin abangnya, mau ganti aja?” biu menggeleng dan tetap melanjutkan makannya. “laper, tapi asin.”

bible pun membantu mengusap pipi biu dengan tisu—agar air mata tersebut tidak sampai ke mulutnya.

“udah ya makan dulu, nanti nangisnya lanjutin lagi.”

“biu, ayo turun.”

apo tersenyum lalu setelahnya tangan kecil biu ia genggam dan menariknya untuk tetap berada di belakang tubuhnya. biu yang memang lebih kecil dari apo hanya bisa gemetar sambil tetap bersembunyi, seolah olah banyak orang yang sedang mencaci maki dirinya.

apo menoleh. dia mengusak rambut biu dan menghapus air mata yang tersisah di pipinya (masih basah). “gak apa apa jangan nangis, kan ada gue. i'm your protector, i'll always behind you. whatever you do.

“thank you, po.” suara biu masih bergetar dan serak. air matanya juga masih turun tanpa aba aba.

keduanya kini sudah di depan pintu kayu bernomor enam belas, apo mengeluarkan kunci rumah dan menarik biu untuk masuk. tanda tanda akan keberadaan kedua teman serumahnya belum terlihat. suasananya hening, yang mana membuat biu semakin ketakutan. hanya ada suara tv tidak ditonton, kipas angin yang menyalah, dan bunyi token listrik yang menyaut nyaut minta diisi.

mereka berjalan sedikit kearah ruang makan, disana sudah ada asa dan us yang menyilangkan kedua tangan mereka di dada. keduanya bersandar dengan tatapan yang kosong. saat merasakan adanya keberadaan orang lain di ruangan tersebut, mereka menoleh dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

biu bisa mendengar us yang berdecih dan asa yang menghela nafas.

“lo masih punya muka ya setelah ketauan kita?” tanya us dengan nada sinis. kemudian dia melanjutkan kalimatnya, “oh iya lupa, badannya aja diliatin sama ratusan orang ya.”

apo yang mendengar itu pun langsung maju namun biu lebih cepat menahannya, mungkin memang benar apa yang dibilang us. kenapa ya dia masih punya muka untuk menghadapi orang orang?

apo menggeram, “lo bajingan ya, kita udah sahabatan dua tahun. dan karena masalah ini lo semua pada musuhin biu? waras lo pada?”

us kemudian tertawa, ia berdiri lalu berjalan ke hadapaan biu juga apo. “sahabat dua tahun kan pas temen lo ini mode jadi anak baik, kalo sekarang sih–”

ia menggantungkan kalimatnya, lalu menatap biu dengan tatapan rendah, “lagi mode cowok murahan ya?”

kemudian suara tamparan lah yang menjawab pertanyaan us tadi. asa yang melihat itu buru buru menarik us untuk menjauh dari apo.

“apa maksud lo nampar us kayak gitu? toh bener kan yang diucapin dia,” bela asa. biu perlahan mundur, air matanya sudah turun dengan derasnya. badannya gemetar hebat, tiba tiba terputar kembali akan ingatan masa lalunya. bagaimana ia disiksa oleh tantenya, bundanya yang selalu bertengkar dengan bapak, semua membuat kenangan buruk yang masih membekas hingga sekarang.

biu terus mundur dan terduduk lemas bersandar ke tembok belakangnya.

“stop, udah. jangan berantem lagi,” lirihnya.

apo menghela nafas, “lo urusin temen lo yang kayak anjing itu,” ia menunjuk asa dan us bergantian sebelum membopong biu untuk berdiri dan berjalan kearah kamar.

menunggu adalah hal yang paling biu benci. namun, jika menunggu untuk bible mungkin itu pengecualian. mangkanya sekarang ia sedang duduk sambil tersenyum lebar memandang keluar jendela—menunggu motor merah (yang katanya ganteng) itu datang. jari tangannya mengetuk pelan ke meja dan mulutnya mengeluarkan senandung pelan, tanda hatinya sedang senang sekarang.

sesekali ia menyesap minumannya yang tadi ia beli, matchayang regal. minuman manis yang berbahan dasar matcha dan ditambah biskuit regal adalah perpaduan yang pas untuk suasana hatinya sekarang. jam menunjukan pukul sepuluh lebih dua puluh menit, tetapi lelaki dengan wajah tegas dengan mata tajam itu belum datang. mungkin kelasnya telat selesai kali ya?

tapi pikiran tersebut harus terhenti ketika bel pintu ruangan tersebut berbunyi, lelaki itu datang. wajahnya kebingungan juga sepertinya habis berlari mengejar waktu yang sudah terbuang tadi. setelah mata mereka berdua bertemu, barulah ia tersenyum dan menghampiri meja yang biu sudah duduki sejak tadi.

hey, i'm sorry, you must wait for me for a long time. tadi kelas gue agak molor kelarnya, terus harus kirim paket ke ekspedisi dulu,” jelasnya. yang membuat biu tersenyum, ih gue kayak lagi abis nungguin pacar.

“gak apa apa kok bible, gue baru aja dateng. nih minumannya masih banyak kan?” bohongnya. ia tidak mau bible merasa bersalah terlalu lama kepada dirinya. lalu setelah itu, jaket denim yang tadi dibawa oleh bible langsung disampirkan pada kursi dihadapan biu.

“yaudah, gue mau pesen minum dulu deh. lo ada rekomendasi gak minuman apa yang enak?”

kukis ciumcream enak, apa lo mau kopi? tapi kalo kopi gue gak tau yang enak apa...”

dibalas dengan gelengan yang disertai senyuman oleh bible, “no, gue percaya sama pilihan lo. sebentar ya gue ke kasir dulu.”

dan ia meninggalkan biu yang sudah lemas di kursinya, bangsat ganteng banget bible huhu


“eh makasih ya lo jadi repot cuciin gini,” ujar bible sambil mengambil paper bag yang berisikan hoodie hitam miliknya. biu menunduk menyembunyikan pipi merahnya.

ah nothing special, gue yang harus makasih karena waktu itu udah dipinjemin,” jawab biu sekenanya. bible cuman manggut-manggut, mungkin orang ibukota tidak sejelek yang ada dipikirannya.

perut biu tiba tiba berbunyi, menginterupsi keheningan mereka berdua. biu tentunya malu, bisa bisanya perut kecilnya berbunyi ketika sedang pertama bertemu berduaan seperti ini?!

bible yang mendengarnya terkekeh dan berniat untuk memesankan beberapa roti untuk mengganjal perut mereka, “sebentar ya gue pesenin roti. lo pasti laper kan belum sarapan?”

biu yang kepalang malu hanya bisa menunduk dan mencebikkan bibirnya. bible pun kembali setelah memesan dan membawa ke meja mereka dua buah roti yang menjadi andalan tempat nongkrong ini.

“lo habis ini ada kelas?” tanyanya basa basi, ia merobek tempat roti tersebut agar biu bisa langsung makan tanpa harus repot repot mengotorkan kedua tangannya. sebenarnya hal ini cukup sering terjadi jika bible sedang makan bersama adiknya, maka dari itu perlakuan yang dianggap orang sangat luar biasa romantisnya menurut bible, ini adalah hal yang biasa, terlalu biasa malahan.

huhu bunda akhirnya ada cowok act of servive yang dateng ke biu.

pikiran dalam hati itu buru buru ia singkirkan, “iya perpajakan, kalo lo?”

“oh kalo gue sih udah habis, kebetulan hari ini cuman satu kelas.”

kemudian yang tak mereka sadari, satu jam berlalu dengan cepat. mereka sama sama mengenal satu sama lain, seolah olah mereka akan terus berhubungan kedepannya, bukan hanya karena meminjam dan dipinjami hoodie, namun selebihnya.


“sini gue lepasin, helm adek gue yang itu agak susah dibuka emang,” ucapnya yang langsung mengambil pengait dan melepaskannya dengan serius.

keduanya sekarang sudah berada di depan gedung fakultas biu. mereka menjadi pusat perhatian, tak heran jika satu dua mahasiswa yang mencuri pandang dan mengambil moment keduanya dengan beberapa jepretan foto—yang biu yakini sebentar lagi akan viral di base kampus.

lalu setelah pengait helm itu lepas, biu ingin buru buru mundur beberapa langkah (selain karena menjadi pusat perhatian, jarak wajah bible dengannya terlampau sangat dekat). namun hal tersebut harus terhenti, karena tangan bible lebih cepat menangkup pipinya dan mulai melepaskan helm tersebut dengan mudahnya.

“udah,” ujar bible sambil tersenyum, seolah olah hal yang tadi ia lakukan tidak memiliki dampak apa apa kepada biu.

“e-eh udah ya, gue duluan ke kelas. sebentar lagi mulai soalnya.”

bible hanya mengangguk dan membalas lambaian tangan biu yang sudah hampir masuk ke gedung fakultasnya.

ia menghela nafas dan tersenyum kepada paper bag yang berisikan hoodienya, “asik bisa ke event genshin pake ini.”

Di tempat Bible bekerja sekarang sudah dipenuhi oleh banyak orang yang berseragam sama sepertinya. Ada yang bercengkrama, ada juga yang meneguk kopi hitamnya.

Jeff—teman seperjuangan Bible ( katanya ) memilih untuk bermain kartu uno dengan rekan kerjanya yang lain sebelum jam kerja kantor dimulai.

Itu si Bible ngapa mondar mandir mulu dah Jeff?

“Kata dia calon pacarnya udah gak on sejak seminggu lalu,” kata Jeff yang masih sibuk menyembunyikan kartunya dari teman rekan kerjanya yang ingin mengalahkan dia. Sesekali ia memukul kepala temannya yang ingin berbuat curang.

Kadang ia pusing untuk menghadapi kelakuan ajaib sahabatnya. Pernah sekali ia diajak bermain golf tapi yang dibawa malah alat pancing lengkap dengan peletnya. Meski begitu, memiliki seorang Bible di kehidupannya adalah sebuah keajaiban yang gak bakal ada duanya di dunia.

Wajah tampan tapi typingnya jelek, siapa lagi kalau bukan Bible?

“Idih najis, di ghosting itu mah!” sahut Job yang baru datang menenteng tas bergambar boboi miliknya. Yang kemudian disetujui oleh Jeff, “Kemarin gue udah bilang gitu. Katanya sesat.”

Hal itu membuat Bible menoleh kearah Jeff dan Job, setalah beberapa detik kemudian ia langsung menghela nafas dengan kasar. Mendengus, lalu mengacak rambut yang sudah ditatanya sejak subuh tadi.

Raut wajahnya mengeras, apa iya dia dicampakan? atau mungkin Job yang hanya mengada-ada?

Memang ya kisah cintanya tidak pernah semulus yang di film film. Beberapa tahun lalu, tepatnya hubungan percintaan terakhir seorang Bible. Ia harus menelan pil pahit saat mengetahui pacarnya yang malah berselingkuh dibelakangnya (katanya tidak bisa LDR).

Sebagian dari temannya yang lain langsung membawa Job menjauh, terdengar juga erangan sakit yang samar-samar di telinga Bible.

Jeff yang mengetahui suasana hati sahabatnya tidak baik langsung merangkul dan membawanya berkeliling.

“Yaelah cupu amat sih Bib, dah dia cuman lagi sibuk aja kali ya.”

“Kalau bukan ghosting kenapa gue chat gak dibales?” tanya Bible dengan seluruh perasaan sakit hatinya. Bibirnya ia majukan yang lalu malah dipukul keras oleh Jeff.

Bible meringis pelan mengusap bibirnya yang sepertinya akan bengkak kalau tidak segera diberi es batu untuk dikompres. Karena pukulan Jeff kerasnya bukan main. Wajar, ia rajin pergi melatih dan membentuk ototnya, beda dengan Bible yang hanya goleran di atas kasur sembari update tentang keadaannya ke sosial media.

Semua berkumpul, ada beberapa orang yang berpindah tugas kesini. Kita semua akan menyambutnya dengan hangat, agar mereka nyaman bekerja disini. Mengerti?

Lalu selanjutnya baik Bible juga Jeff mendekat kearah depan. Terlihat juga wajah wajah penasaran yang lainnya.

Katanya ada salah satu lulusan terbaik 5 tahun lalu!

Ada yang mantan selebgram itu bukan?

Gila, tadi sempat ketemu. Mukanya kayak porselen, maling juga mau aja kali serahin diri secara sukarela!

Sayup sayup terdengar gosip gosip yang keluar dari para mukut rekan sejawatnya. Heran gosip banget deh orang orang pikirnya

Baju coklatnya ia rapihkan agar tidak terlihat ada lecekan, biar begitu kesan pertama harus bagus bukan? Bible tidak ingin dianggap polisi begajulan oleh rekan kerjanya yang baru.

Satu lelaki keluar dari ruang atasannya, terlihat hidung bangir juga wajahnya yang tegas. Umurnya yang bisa Bible perkirakan sudah memasuki 30 tahunan.

Namanya Apo Nattawin ternyata, satu tingkat diatasnya—yang mungkin juga akan melaksanakan kenaikan pangkatnya menjadi AKP dua tiga tahun lagi.

“Ih ganteng dah, Bib? Kita kalah ini mah,” ucap Jeff yang berada disampingnya. Dibalas anggukan Bible, pendingin ruangan sekarang membuat dirinya agak mengigil. Suhu ruangan lebih dingin daripada sebelumnya. Aneh.

Laki-laki kedua yang keluar dari ruangan sukses membuat Bible menganga. Jantungnya seperti merosot dari puncak emas monas ke stasiun gambir. Diam seperti patung, hanya itu yang bisa ia lakukan. Tangannya juga kaku, walau hanya ingin menutup mulutnya yang masih menganga lebar.

Tidak berbeda dengan ekspresi yang lainnya. Entah karena, wajahnya atau fakta ia adalah lulusan terbaik 5 tahun lalu.

“Halo, perkenalkan saya IPTU Build Jakapan Puttha. Mohon kerjasamanya semua.”

Seperti dihantam truk tronton, Bible hanya ingin terduduk dan mengumpati kebadutan juga kebodohannya.

Dek Biu huhu, ini beneran Dek Biu?


Sebisa mungkin Bible tidak berhadapan dengan Biu selama bekerja tadi. Ia harus bersembunyi saat Biu berjalan, juga harus diam di tempat sambil menduduk—sok sibuk. Yang intinya ia harus terlihat sibuk hingga tidak ada celah untuk Biu mempermalukan dirinya disini.

Baru juga seminggu yang lalu Bible merenungi chat demi chat yang ia kirim dari awal bertemu dengan 'Dek Biu' yang memang harus Bible akui ia sedikit norak pada saat itu. Mungkin efek dari bertahun-tahun tidak mau memegang ponsel.

Tapi, dewi fortuna tidak berpihak pada Bible kali ini. Tepat di depannya ada Biu yang terengah seperti habis mengejar sesuatu. Wajahnya yang seputih susu sudah memerah karena berlarian di basement, tangannya ia taruh di pinggang mungilnya.

“Hai mas Bible, gak mau pamer sama dek Biu hihi,” ia tertawa kecil. Tapi rasanya sudah bisa membuat Bible seperti telanjang di hadapannya.

Bible selanjutnya hanya bisa menutup wajahnya dengan tangan miliknya sendiri. Menahan malu yang mungkin tidak akan selesai dalam 2 tahun lagi.

“Dek Biunya kangen nih, satu minggu gak chat sama mas Bible, karena hpnya kecemplung di air!”

Semakin-makin harga dirinya dihancurkan oleh sosok yang lebih mungil darinya. Apa Biu ini cuman polisi gadungan? Apa ini cuman kembaran dek Biu yang asli?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul, yang mana selanjutnya ia merasa seperti dipeluk erat oleh sosok di depannya ini. Untungnya mereka berada di pojok basement yang gelap, jadi ya semoga gak bakal ketahuan dengan yang lain. Bisa mati kutu Bible.

“Ini bener dek Biu?” kata Bible hati hati, ia masih berharap kalau ini semua hanya mimpi.

“Huum, memang siapa lagi? Tapi kita tuh beda 6 tahun, jadi panggilnya sekarang kak Biu! Ngerti dek Bible?” pernyataan dari Biu membuat Bible semakin ingin menenggelamkan dirinya ke laut Ancol.

Biu semakin mengusakkan kepalanya nyaman di dada bidang Bible, as expected pelukannya hangat seperti senyumannya. Mungkin habis ini, bukan ide buruk menjalin hubungan dengan lelaki lebih muda jauh dari dirinya.

“Saya malu.”

Kalimat yang dilontarkan Bible membuat Biu tertawa keras. Sampai-sampai matanya mengeluarkan air mata.

“Aduh jangan tertawa, saya malu beneran.”

“Kenal Bible seperti ada hiburan tersendiri, walaupun harus nahan geli sih karena Bible typingnya kayak gitu banget! Tapi tenang nanti aku buat glow up mau?”

Bible terkekeh, “Kak Biu mau request typing ganteng juga saya sanggupi kok.”

Senyuman keduanya mengembang. Kesalahpahaman itu sudah hilang, meninggalkan dua insan yang siap membuka lembaran baru lagi dalam kehidupan percintaan mereka.

END

wooseok masih menatap ponselnya dengan mata yang sedikit menyipit. akun sosial medianya daritadi berbunyi berkali kali, perkara dia hanya mencuit tentang opininya kepada penyanyi muda itu semua jadi runyam. padahal kan ia hanya beropini?

“hei, udah lama nunggunya belum?” tepukan tangan di bahunya membuat ia langsung menyimpan ponselnya di tas selempang yang ia pakai. wooseok tersenyum, terlalu jarang melihatnya tersenyum terkecuali ketika ia bersama orang yang special di hatinya.

wooseok menggeleng, “enggak, kamu udah selesai urusan sama si prof?” tanyanya. lelaki itu hanya tersenyum lebar dan membawa tangannya menggenggam tangan halus wooseok.

keduanya berjalan dengan hening, tanpa pembicaraan apapun, sebelum yang lebih tinggi membuka percakapan keduanya, “aku liat tweet kamu viral, kamu di dm sama dia?”

wooseok mengangguk dan mendongak kearah lelaki yang tingginya berbeda hampir 20 cm daripadanya.

“iya, tapi aku gasuka banget. orangnya aneh, cringe, aku bosen denger nama dia terus.”

rowoon, lelaki itu tertawa kecil dan memakaikan helm ke kepala wooseok yang kecil, “wah iya? padahal kan idola semua remaja dia tuh?”

“itu yang buat aku bosen, ih jangan ngomongin dia! ayo jadi ke toko buku dulu gak?”

“jadi, temenin ya sampe malem,” pintanya yang malah dibalas pelukan di perutnya. kepala wooseok pun sudah menyender di punggung rowoon yang nyaman.


di daerah lain, jinhyuk sedang menikmati segelas kopinya dengan tenang, senyumnya daritadi mengembang, perkara kejadian kemarin sampai sekarang ia tidak bisa berhenti tersenyum.

“eh kamu jadi gila ya hyuk sekarang?” suara seungyoun yang baru datang langsung memecah keheningan yang ada.

“hmm enggak tuh, ayo katanya lo mau kasih denger trialnya?” tatapan seungyoun masih menjudge jinhyuk, tetapi setelahnya ia membuka tasnya yang berisikan laptop.

suara lantunan instrumen musik dan suara merdu seungyoun terdengar, tidak lama hanya sekitar 1 menit lebih tetapi senyuman jinhyuk tambah mengembang lagi.

“coco, you did well. keren amat bisa bikin kayak gini? suaranya lo juga bagus,” pujian itu disertakan usapan tangan diatas rambut lembut seungyoun.

“hehe, bagus kan? diem diem ya mau publish pas anniv kedua sama si kakak.”

“sip, yuk makan dulu gue yang traktir,” ucap jinhyuk, mata seungyoun sudah berbinar dan ia langsung buru buru merapihkan tasnya.

“ey kamu tumben baik, pasti lagi seneng? gimana udah kenalan?”

dan ocehan seungyoun masih terdengar hingga restoran yang mereka tuju.

“Capek gak sayang?” tanya Jinhyuk yang baru duduk disebelah Wooseok. Yang ditanya malah memejamkan matanya, lelah. Terlalu banyak kardus yang harus mereka buka dan menata apa yang ada di dalamnya.

Bahkan segelas es sirup ras jeruk yang tadi Jinhyuk buat, belum bisa menghapus rasa lelah dan haus dalam dirinya.

“Huhuhu capek, mau tinggal bareng sama Yoyo Seobin aja.”

“Dih yang masa gitu si, terus aku sama siapa disini?”

Wooseok terkikik dan ketika ia membuka matanya terlihat Jinhyuk yang sudah cemberut sambil memegang sapu. Udah tua masih suka ngambek

Oh iya, Wooseok sama Jinhyuk baru aja pindah kemarin sore. Banyak tetangga yang belum mereka sapa. Baru pak RT, itu juga karena kunci rumah ini dititipin sama pemilik sebelumnya.

Wooseok yang masih pake bandana untuk naikin poninya langsung dibawa Jinhyuk buat duduk dipangkuannya. “Abang nanti sore mau kesini, jadi di rumah gak sepi sepi banget.”

Bahu Wooseok yang agak terekspos karena bajunya yang turun turun terus diciumin sama Jinhyuk. Bau Wooseok katanya enak, mirip bedak bayi.

“Aku masih canggung sama Minkyu, aku panggil abang gak apa apa? Terus Minkyu suka makan apa Jinhyuk? Biar kalau dia mau makan aku masakin aja...”

“Dia suka apa aja sama kayak aku, gak usah gugup sayang.”

Gak lama setelah itu, bel tiba tiba berbunyi keras berkali kali. Keduanya langsung berdiri dan melirik satu sama lain. Wooseok yang lebih dulu buka pintu rumah. Pas dibuka dia bisa liat ada laki laki tinggi sambil nyengir terus pegang bungkusan.

“Hai?” sapa Wooseok.

Yang disapa tadi malah memekik pelan, terus dia malah senyum lebar lagi. “Kenalin saya Seungyoun baru aja pindah kemarin siang.”

“Eh, salam kenal saya Wooseok. Baru pindah juga kemarin sore hehe,” terus abis itu dia buat gestur supaya Seungyoun mampir dulu masuk ke dalem rumah. “Rumahnya bagus, rumah saya masih berantakan.”

“Sayang, siapa?” tanya Jinhyuk yang langsung melihat Seungyoun dari atas sampai bawah. Tapi gak lama setelah itu lengannya disikut sama Wooseok.

“Seungyoun, baru pindah kemarin siang,” balas Seungyoun yang masih menyengir sampai matanya hilang tidak keliatan.

Wooseok bingung, ini orangnya emang suka nyengir atau gimana. Tapi lucu, Wooseok jadi gemes sendiri.

“Oh iya, ada makanan buat kalian,” dia langsung kasih bingkisan yang dia bawa tadi terus ditaro di meja tengah, “Saya sama suami yang buat.”

“Oalah kirain masih kuliah?!”

Lalu obrolan itu tidak habis hingga jam 12 siang. Menyisahkan Jinhyuk yang melihat keduanya malas sambil menyapu dan membereskan barang barang.

“Wooseok aku pengen kita ngobrol.”

Suasana tegang hadir diantara keduanya, bahkan suara televisi sempat tidak terdengar lagi karena yang lebih tinggi mematikannya. Menyisahkan keheningan diantara mereka berdua.

“Dari kemarin kamu berubah, ada apa?” tangannya dibawa untuk menangkup tangan yang lebih lembut milik suaminya. Wooseok menggeleng ragu, dan tersenyum setelahnya, “Aku kecapean, udah itu aja.”

Tetep gak mau ngaku seok?

“Gara gara Miya? Aku lihat twitter gembokan kamu maaf, tapi bener aku gak ada apa apa sama dia Seok...”

Mata Wooseok melebar, terkejut. Lalu setelahnya malah ia menangis keras. Buru buru Jinhyuk menenangkan dengan cara memeluk juga mengusap lembut kepalanya.

“Tadi aku sudah kasih penjelasan ke dia, jangan curiga lagi ya sama aku?”

“Wooseok aku gak mau kita marahan dan punya kesalahpahaman kayak gini. Besok kalau ada apa apa bilang aja langsung ke aku ya? Kita udah janji loh saling jujur diawal kita punya hubungan.” Jinhyuk berhenti ia membawa wajahnya berhadapan langsung dengan wajah Wooseok yang sangat kacau, banyak air mata juga matanya agak memerah.

“Hubungan kita awalnya memang kesalahan. Kesalahan aku juga kamu di masa lalu gak usah diinget lagi ya? Sekarang kita rubah kesalahan itu jadi kesenangan. Aku, kamu, dan Joel harus hidup bahagia sampai aku sukses ya.”

“Jinhyuk, aku salah banget gak kasih tau kamu tentang beberapa hari ini. Jinhyuk...” ia merengek, menangis semakin kencang di depan suaminya yang malah tersenyum dan mencium pipi dan hidungnya.

“Sebentar lagi, pelangi kita datang.”