terlihat segerombolan lelaki yang sedang duduk santai di warung belakang sekolah mereka. kebanyakan dari mereka mengapit sebuah rokok yang dibeli bersama. terlihat dari bungkusnya yang sudah bergeletak begitu saja di lantai bawah.
“idih idih hangyul habis nyipet dimana bisa traktir kebutuhan istimewa begini?” tanya seungyoun yang lalu diiringi tawa dari semuanya.
hangyul sendiri hanya memutar bola matanya jengah, kenapa juga ya? ia mau bergabung dengan geng begajulan kayak mereka sekarang.
“yaudah lah yaw, nikmatin aja.”
tawa keras dari seungyoun, hangyul, yohan membangunkan lelaki yang tertidur di pojok ruangan. kemeja sekolahnya dijemur di depan karena tadi terciprat lumpur dekat sekolah. jadi tubuhnya hanya berbalut kaus hitam dengan jaket varsity merah marunnya.
“berisik dah lu semua!”
“eh tiang, udah bangun? gimana mimpiin pacarnya?” goda kookheon yang dibalas tawa dari yuvin.
“au ah gelap, palingan besok juga putus,” kata jinhyuk yang langsung berdiri menyambar tas gemblok yang dijadikan bantal untuk tidurnya
tadi.
“dih mau kemana sih? mending sini main kartu. yang kalah beli rokok dua bungkus!”
jinhyuk terkekeh, “kerjaan gue banyak, gak kayak lu semua disini.”
baru juga selangkah ia mencapai pintu keluar, badannya bertubrukan dengan sosok yang lebih pendek dan mungil darinya. jinhyuk buru buru menunduk melihat siapa yang datang.
bagai tersihir dua obsidian hitam gelap milik orang di depannya ini. jinhyuk tidak bisa bergerak, badannya terasa tersentrum sesuatu yang tidak ia ketahui. dadanya berdegup kencang, penyakitnya tidak kambuh kan?
“permisi bisa? gue mau ketemu seungyoun.”
buru buru jinhyuk tersadar dari lamunannya. ia melihat lelaki di depannya ini menatapnya sinis, alisnya mengkerut jadi satu, bibir merahnya agak maju beberapa senti, dan yang paling membuatnya lucu pipinya semerah tomat.
jarang juga ia melihat seseorang yang punya kulit seputih susu seperti itu.
“eh ayang, kok tau aku ada disini?” seungyoun datang dari belakang sambil menepuk bahu jinhyuk—seakan menyuruhnya untuk keluar lebih dahulu agar kekasih hatinya bisa masuk.
bukannya pelukan yang diberikan, malah seungyoun terkena pukulan buku besar yang berada di tangan kekasihnya.
“adaw ayang!”
“apa apa apa?! bagus banget bolos sekolah terus belum pulang ke rumah sampai sore, buat aku yang disalahin sama mami kamu! dikira aku yang ajak pacaran setiap hari!” teriak wooseok frustasi, dadanya naik turun. teman teman seungyoun yang lain pun penasaran bagaimana wujud dari kekasih seungyoun yang katanya mirip kucing.
iya kucing galak.
mata wooseok seperti mengeluarkan leser kala di belakang kekasihnya sudah banyak lelaki lain yang berkumpul. tunggu, bahkan ada seungwoo pacar dari sahabatnya byungchan?
jinhyuk masih berdiri di tempatnya, melihat wooseok dari atas sampai bawah. seragam yang licin bagai baru keluar dari ruang setrika, tas gemblok yang ia tebak pasti penuh dengan buku buku tebal, sepatu berwarna hitam yang sebenarnya tinggi namun, kenapa tingginya tidak sampai se-hangyul? apalagi rambutnya yang tidak biasa—tidak seperti anak remaja biasanya. ada poni yang menutupi jidatnya.
“ah tau lah, aku mau pulang!”
dengan buru buru wooseok membalikan badannya lagi menghadap kearah jinhyuk. tidak ada bedanya, wajahnya masih merah menahan amarah oh, selain air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
“abang jangan lupa ambil jahitan ibu di mamang ya!”
beberapa kalimat dari ibunya menyadarkan bahwa ia harus segera pulang. matahari bahkan sudah mulai meredup.
“brad pulang duluan ya, eh pacar lo mau sekalian gue anterin gak?”
“oh anak smabel, ya pantes sih. eh, mau nambah lagi gak ketopraknya?” tanya jinhyuk dengan semangat. satu jam bersama wooseok tidak buruk juga, tadi sebelum kesini pun mereka berdua sempat berhenti di telfon umum untuk mengabari orang rumah.
“enggak usah ini udah kenyang. oh iya, jinhyuk udah berapa lama temenan sama uyon?”
jinhyuk berhenti memakan ketopraknya dan mulai menghitung dengan jarinya sendiri. yang mana membuat wooseok tertawa lepas. menurutnya, jinhyuk seperti anak tk yang baru belajar menghitung. tawanya semakin lepas ketika yang ditanya malah menggaruk kepalanya bingung.
“lupa, yang penting dari dia masih pakai sepeda roda empat kemana mana.”
“hmm, kenal sama orangtua uyon juga ya? mami papinya kayak gak setuju gitu aku sama uyon. setiap dia pulang malam pasti maminya langsung sindir aku lewat telfon,” lirih wooseok yang sekarang malah mengaduk ngaduk bumbu kacang yang ada di piringnya. jinhyuk yang melihatnya juga ikut menunduk.
ya memang sih, keluarga seungyoun tajir melintir. maminya bahkan sering bercerita akan menjodohkan seungyoun kelak dengan pilihan orangtuanya. tidak peduli anaknya suka atau tidak.
“kenal seungyoun dimana?”
wooseok tertawa kecil, tangannya ia tumpukan di meja dan menopang dagunya. ia tatap kedua mata jinhyuk yang menurutnya menyinarkan sinar aneh yang membuat ingin ia tatap terus.
“acara amal, dia main musik di acara itu. kita bertukar alamat, surat menyurat, telfon terkadang. baru tau dia anak stm, kaget banget soalnya gak kelihatan.”
“seungyoun gue tarik biar sekolah disana. dulu juga pas baru mulai sekolah kita kabur dari rumah dan hidup serabutan. tapi ya untungnya kami ditangkap polisi dan ya kayak biasa orangtua dipanggil, haha.”
wooseok menggeleng, kehidupannya berbeda dengan mereka berdua ternyata. pulang sekolah dijemput dan langsung kursus piano. kadang juga ia harus mengikuti kursus bahasa bahasa asing, seperti inggris juga bahasa belanda.
angin malam semakin membuat wooseok mengeratkan tangannya ke badannya sendiri. jinhyuk yang melihatnya inisiatif memakaikan jaket merahnya ke tubuh mungil wooseok.
“pake aja, jangan dilepas.”
wooseok mengulum senyumnya, “terimakasih, jinhyuk.”
dibalas dengan anggukan jinhyuk serta senyumnya. tidak banyak yang mereka lakukan, hanya sedikit bercanda dengan diselingi curhatan kecil baik dari wooseok maupun jinhyuk.
di motor pun sama, wooseok yang takut jatuh mengeratkan tangannya ke perut jinhyuk. kapalanya ia senderkan di pundak lebar milih jinhyuk.
“habis ini kemana wooseok?” tanya jinhyuk.
“ke kiri terus nanti ke kanan, rumahku yang pagar putih.”
hanya ada deru motor jinhyuk yang terdengar di perumahan mewah ini. disamping kanan maupun kirinya sudah berjejer rumah rumah besar yang pasti harganya fantastis.
“sudah sampai wooseok.”
wooseok turun dengan hati hati, kemudian membawa dirinya berdiri di samping jinhyuk. tangannya ia lipat di dada. wajahnya ia miringkan, jinhyuk yang bingung hanya diam.
“makasih ya udah ajak aku keliling, kapan kapan main ke ancol seru.”
jinhyuk tertawa, rambutnya yang bermodel belah tengah dengan poni yang tersisir rapih, jidatnya yang menawan berpadu dengan alis tebalnya. jinhyuk tampan, wooseok akui. bahkan dalam kondisi segelap apapun ia tampan.
“kenapa lihatin terus? ganteng?”
wooseok mengangguk. jinhyuk malah terkejut, tapi buru buru ia tertawa lebar.
“besok mau jalan lagi?”
dua minggu. ini sudah minggu kedua hubungannya dengan seungyoun renggang. minggu kedua hubungannya dengan jinhyuk semakin dekat. beberapa kali mereka berjalan jalan sore setelah pulang sekolah, kadang jinhyuk mengantarnya ke tempat kursus bahkan menunggunya.
malam minggu kemarin bahkan ia ke rumah wooseok untuk sekedar memenuhi permintaan papanya yang merasa tidak enak karena ia sering mengantar dan menjemput wooseok, anak tunggalnya.
“terus tau? kodok mahal ayah akhirnya dimakan sama ikan piranhanya!” cerita jinhyuk yang masih nyaman tertidur di paha wooseok. keduanya berada di ruang tamu rumah wooseok. kebetulan hari ini ia diundang lagi oleh mamanya wooseok yang baru pulang dari amerika.
“ya bantuin dong jinhyuk, kan kasihan kodoknya.
“nanti aku menghilang, kamu kangen,” diselingi oleh tawa keras jinhyuk yang membuat wooseok menjitak dahinya sampai agak memerah.
“duh, tangannya keras banget.”
pertengkaran keduanya berhenti ketika suara dehaman terdengar.
“aduh anak mama, pacarnya yang mana nih jadinya? jinhyuk atau seungyoun? mama sih setuju sama anak tinggi ini.”
“ah mama, apa sih...” gerutu wooseok pelan, mau menyangkal juga susah. wajahnya sudah semerah tomat sekarang. malah jinhyuk menyatukan kedua sisi pipi wooseok membuat bibirnya seperti bebek.
“ya gue udah tau kok, gue akuin sih lu bajingan juga brad.”
“baru tau? haha.”
keduanya bertemu di lapangan tenis perumahan seungyoun. peluh keringat bercucuran, apalagi seungyoun yang melawan jinhyuk dengan segala dendam yang ada.
semilir angin menemani keheningan keduanya, mereka duduk di bangku panjang di pojok lapangan. air minum yang mereka bawa sudah habis tinggal tersisa botolnya.
“gue udah incer dia dari tahun pertama kita sekolah. dulu gue lihat dia lagi tunggu supirnya di jalan depan sekolahnya. baru ketemu pas acara amal kemarin dan sekarang seenaknya lu ambil.”
jinhyuk mengangkat bahunya acuh, ia sudah berdiri. mengambil tas yang berisikan baju ganti miliknya.
“kala cinta menggoda, lagu yang cocok untuk gue. parah ketemu dia pertama kali, gue langsung jatuh cinta, gue sama sejeong langsung putus malem itu juga. dan kayaknya malem ini lu sama wooseok yang harus putus mungkin?”
“oh satu lagi, gimana udah ngerasa kan, gimana rasanya pacarnya direbut yang lain?”
FIN