myuffins

rintik rintik hujan sudah mulai membasahi muka bumi. membuat lelaki berumur 26 tahun itu berlari sambil menutupi kepalanya menggunakan plastik belanjaan yang ia miliki.

kayaknya beneran ada yang aneh sama rumah, apa karena kemarin ya? pikirnya

mungkin kalau orang biasa yang lewat tidak akan merasakan perubahan dengan rumah bernomor 13 itu. tapi, di mata orang yang bisa melihat 'sesuatu' atau sering disebut indigo, rumah ini berbeda. aura suram terasa dan terlihat walau hanya melewatinya sedetik.

“jinhyuk aku pulang,” setelah itu wooseok bisa mendengar derap kaki dari tangga yang terdengar bising dan terburu buru.

“wooseok!”

tubuhnya langsung dipeluk erat, melupakan bahwa diantara mereka ada jinwoo yang melihat ayah dan papanya bingung.

“aduh bayi gede, kenapa sih? ada yang gangguin?” jinhyuk mengangguk, tangannya terasa dingin digenggaman wooseok.

“sebentar ya aku cek dulu. jinwoo jangan makan biskuit kebanyakan sayang, nanti kamu keburu kenyang.”

tangannya mengambil biskuit yang masih setia berada digenggaman sang anak, bibirnya mengecup pipi gembul berhiaskan remahan remahan manis.

kakinya ia bawa keatas, kamarnya. baru membuka pintu ia sudah disuguhkan dengan sosok hitam besar yang bermain main dengannya sejak kemarin.

“mau apa kesini? ada yang nyuruh kamu ya?” tanyanya santai, berjalan kearah meja riasnya dan mengambil kalung dari opanya.

ia mendengar geraman, sosoknya sudah berpindah tepat di depannya. baunya busuk, wajahnya seram, tinggi besar sekitar 2 meter. ia menyeringai seram, ada taring yang menghiasi mulutnya.

kamu ikut ke dunia kami

“untuk apa? aku kan bakal jadi budak di dunia kalian, mending kamu yang keluar dari rumah ini. disini banyak yang baik, mau aku panggilin penunggu paling besar disini?”

tidak ada yang bisa menandingi saya

wooseok yang sekarang menyeringai, di pintunya sudah ada 'penjaga' keluarga yang bersiap mengambil sosok penggangu di depannya ini.

geraman kesakitan juga teriakan melengking yang terdengar berat menggelegar di kamar utama rumah ini. beberapa detik kemudian sosok itu menghilang bersamaan dengan aura suram yang tiba tiba menghilang entah kemana. digantikan dengan aura nyaman juga tentram seperti biasanya.

“makasih.”

Dari 1000 kehidupan yang pernah raganya jalani, mungkin ini adalah yang paling terburuk diantaranya. Memiliki ayah pemabuk, ibu yang suka bermain dengan lelaki lain membuat hidup Wooseok tidak bahagia. Beberapa kali renternir menarik tubuhnya hingga terseret ke jalan raya, Penuh luka, penuh lebam, hanya angin yang mau menarik kedekapannya yang dingin. Cerita tentang dongeng yang dibacakan ibunya dulu tidak berlaku di kehidupannya. Tidak ada kereta kuda, tidak ada sepatu kaca, juga tidak ada pangeran tampan yang mau mengulurkan tangannya ke pemilik kasta terendah seperti dirinya.

Sudra, kasta yang sudah diperolehnya sejak ada di tangan tuhan. Untungnya ia masih boleh menginjakkan kakinya ke sekolah dasar hingga menengah atas. Atas perintah raja Lee Dongwook pembagian kasta tidak terlalu seberat itu.

“Wooseok, sudah menata tanaman di taman? Sebentar lagi pangeran akan pulang dari studinya di luar negeri,” ia terdiam lalu mengangguk tanda ia sudah mengerjakannya. Yang menanya tadi adalah kepala pelayan bagian taman, Bibi Rena. Katanya hanya Wooseok yang boleh memanggilnya seperti itu, bahkan bibi Rena lebih menyayanginya dibandingkan seluruh makhluk hidup di dunia ini.

Kilas balik setahun lalu, tubuh kurusnya ia paksakan berjalan tidak tahu arah yang penting jauh dari rumah pikirnya sih begitu. Tapi ia semakin panik kala mendengar deruan ombak bernyanyi daerah perbatasan banyak penjaga disini, bermuka galak, posturnya tinggi besar. Tentu ia tidak mau tertangkap basah dan mungkin akan dituduh ingin menjalakan imigrasi secara illegal. Mungkin sang dewi sedang berpihak kepada dirinya. Bukannya ditahan ia malah dipaksa raja untuk ikut dengan rombongan kerajaan yang memang sedang mengawasi daerah perbatasan hari itu dan mulai hari itu juga Wooseok resmi menjadi bagian dari salah satu orang beruntung yang bisa menginjakan kaki ke istana.


“Tamat.”

“Kak Wooseok, ceritanya kok pendek, kan bukunya tebal?” rentetan pertanyaan dari Jinwoo, pangeran kecil yang selalu ia temani sebelum tidur membuatnya tertawa.

Tangan yang biasanya ia gunakan untuk mempercantik tanaman dibawa untuk menjawil pelan hidung si pangeran kecil. “Sekarang waktunya pangeran Jinwoo tidur, ceritanya sudah habis, bahkan tokoh utamanya sudah bahagia semua.”

“Tapi semuanya kok berakhir bahagia? Setelah itu memang mereka gak sedih sedihan kak? Kok gak diceritain?” Wooseok mengelus rambut Jinwoo yang selalu lembut di tangannya, harumnya seperti ketenagan di musim semi.

“Gak semua yang sedih sedih harus diceritakan pangeran Jinwoo, sekarang tidur ya?”

“Tapi kak Wooseok temani, nanti ada monster yang muncul dari bawah kasur aku.”

Mengangguk adalah jawaban satu satunya yang ia punya. Apa haknya untuk menolak perintah yang memiliki kasta yang berada jauh diatasnya. Walaupun umur Jinwoo baru 9 tahun sekalipun.

“Nyanyiin aku kak Wooseok, terus elus rambutnya.”

Dapat dipastikan malam itu suara merdu nan indah milik Wooseok akan terdengar bukan hanya di telinga Jinwoo melainkan bisa sampai telinga raja dan ratu yang selalu melihat interaksi keduanya pada malam hari.

“Wooseok gak mau kita dukung jadi penyanyi aja? sayang suaranya bagus.”

“Lebih cocok jadi bagian dari keluarga kita, kenalin sama mas Jinhyuk ya?”

Sederet kata yang hanya diucap spontan akan berdampak di kedepannya. Dongeng yang tidak dipikirkan akan berlangsung sebentar lagi.

“Mas Jinhyuk!”

Semua yang ada di istana menyambut kedatangan pangeran yang meninggalkan singgasananya sejak 4 tahun lalu. Merantau di negeri orang untuk mencari ilmu juga jodoh ( ini kata ibu, disana perempuan cantik cantik, kamu cari bibit unggul ya mas dan itupun didukung oleh bapak yang memberikan banyak hadiah yang katanya lagi untuk menggaet hati wanita )

Mencari jodoh bukan tujuan utamanya sekarang, gampangnya pasti dari 100 wanita di negeri ini mau dengannya.

Kicau kicau burung terdengar merdu, bunga bunga yang bermekaran terlihat indah, di depannya sudah ada Jinwoo yang ingin diangkat dan dibuat seolah terbang menggunakan pesawat terbang.

Dibelakang Jinwoo sudah ada ayah juga ibu atau disebut raja dan ratu yang menunggu ingin memeluk tubuhnya yang tinggi menjulang.

Sebenarnya sengaja ia tidak pernah pulang, katanya ingin memberi kejutan setelah 4 tahun.

“Masih inget rumah kamu?” ibu bertanya Jinhyuk tertawa. Tapi tetap tubuhnya membawa tubuh ibunya, yang lalu diajak berputar putar. “Aduh ibu, kangen banget sama berisiknya.”

Obsidiannya bersitatap dengan dua netra lainnya, bercahaya, indah, melebar lucu cantik. Dan tiba tiba kakinya berjalan kearah sosok itu, mengobservasi wajahnya dengan tatapan mata.

Dari atas hingga bawah berhenti disatu objek yang dipahat begitu indahnya oleh tuhan. Bahkan dirinya mau jika disuruh memuja mata secerah mentari atau bibir semerah ceri ini.

Namun sosok itu berjalan menjauh, menduduk kaku, seperti merasa tidak enak kalau bersikap diam di tempat. Berjalan kearah jarum jam 10, rumahnya. Hamparan rumput penuh bunga, dihinggapi berbagai macam kupu kupu, ia menghilang seolah bertransformasi menjadi sosok indah yang bisa terbang.

“Ibu dia siapa?”

Dari pertanyaan sederhana itu berkembang menjadi animo untuk dekat ( dalam artian memulai hubungan mesra ) tanpa tau apa efek kedepannya atau cemoohan dari orang untuk apa dekat dengan orang kasta rendahan seperti dia?

Read more...

sore itu keluarga kecil wooseok sudah duduk nyaman diatas sofa di sebuah restoran mewah. agak sayang, karena tadi habis liat di zomato makanan disini kurang enak tapi harganya fantastis.

“pa, serius makan disini? liat masa es teh manis aja seratus ribu?” ribut hyewon, kaget saat melihat buku menu yang mungkin berlapis emas. menandakan semahal itu disini.

wooseok yang masih fokus di hpnya sedikit menoleh kearah putrinya, “mana sini papa lihat.” setelah melihat bukannya bereaksi lebih wooseok malah hanya mengangguk pelan dan balik melihat ponselnya lagi.

“kok gak komen apa apa?!” tak terima tidak dikomen, hyewon protes.

“yaudah kalian minum air putih aja, makannya nasi tok.”

“tega banget!”

“papa, om jinhyuk dateng kapan?” tanya junhyuk.

“lagi di jalan, habis jemput jinwoo les. kalian mau gak mau les kayak jinwoo?”

“papa mau uang lesnya aku tilep tiap bulannya?”

baru ingin menjewer kuping anaknya, tubuh menjulang jinhyuk sudah terlihat. ia mendorong kursi roda milik anaknya jinwoo, yang sudah lama tidak bisa berjalan. ada alasannya tentu saja.

hyewon dan junhyuk menatap keduanya dengan pandangan aneh, oh ini alesan om jinhyuk bilang anaknya gak bisa main rock climbing?

“kalian sudah nunggu lama ya? di jalan macet tadi.”

jinwoo duduk diantara junhyuk juga hyewon, ia canggung, takut kedua calon saudaranya akan kecewa dengan fisiknya yang tidak sempurna.

“hai jinwoo! kenalin aku hyewon!”

oh kok? dia gak malu sama aku?

“yeuh, lo kalo liat yang ganteng dikit langsung ngomong aku-kamu. btw kenalin, junhyuk.”

jinwoo tidak bisa menyembunyikan wajah bahagianya, dirinya seperti hidup. akhirnya bisa merasakan tidak dianggap berbeda dengan yang lain. mungkin sebentar lagi ia bisa tau rasanya beradu mulut dengan saudara.

“aku jinwoo... hyewon dan junhyuk umurnya sama kayak aku kan?”

kedunya mengangguk heboh, apalagi hyewon yang sudah membawa tangan jinwoo ke genggamannya.

jinhyuk dan wooseok tersenyum dari arah sebrang, wooseok bersandar di bahu jinhyuk melihat obrolan kedua anaknya dengan calon anak barunya.

“kalau kayak gini caranya, aku nikahin kamu besok juga bisa ya seok?”

“apa sih kak!”

wooseoknya malu malu.

“papa hiks papi gak sayang aku,” adunya ke wooseok.

dengan cepat wooseok menenangkan putrinya, memeluk dan membisikan kata kata, “papi lagi sibuk mangkanya belum buka hp, hyewon sayang.”

“tapi papi udah gak peduli sama aku sama junhyuk, dia jahat! ini bahkan udah bulan keenam aku gak ketemu sama papi, papa.”

wooseok tersenyum sebelum menghapus air mata anaknya, “papi peduli sama kalian, tapi pedulinya papi memang begitu.”

dengan wajah cemberutnya ia malah semakin memeluk erat papanya. junhyuk yang baru masuk lalu ikut memeluk keduanya.

“mungkin kalian sudah cukup dewasa untuk dengerin alasan papa dan papi pisah. heum, dimulai dari waktu itu junhyuk dan hyewon lagi di rumah oma. papa di rumah, lihat papi yang bawa perempuan lain masuk. kaget? pasti, sedih juga, mau marah juga papa bingung harus ke siapa. papi gak sadar ada papa, dan papa juga diem aja setelah kejadian itu. papa bertahan sampai tahun ketiga, disitu waktunya papa muak sama keadaan. dan maaf ya kalian jadi korbannya papa, ternyata papi disuruh oma untuk pisah sama papa... eh kok kalian malah nangis?”

“papi dan oma kok jahat ke papa?”

“jadi kita gak disayang papi lagi?”

“MAU JALAN JALAN SAMA OM JINHYUK!”

“jinwoo bener gak mau ikut ayah?” tanya jinhyuk yang menyetarakan tinggi dirinya dengan jinwoo. jinwoo mengangguk semangat, senyumnya juga mengembang seolah mengatakan gak apa apa ayah dia akhirnya memeluk tubuh tinggi jinhyuk yang sedang berlutut dihadapannya.

“jinwoo seneng akhirnya ayah punya pacar lagi, setelah ibu tinggalin kita, ayah selalu mikirin jinwoo terus, gak pernah mikir diri ayah sendiri. jadi sekarang waktunya ayah jangan pikirin jinwoo dulu ya...”

“gimana caranya ayah gak pikirin jinwoo? jinwoo kan selalu jadi yang pertama di hati ayah.”

“walaupun ada om wooseok?”

jinhyuk tersenyum, “walaupun ada om wooseok, jinwoo tetep jadi yang pertama di hati ayah.”


dan kini jinhyuk sudah berdiri bersender di pintu mobil hitamnya. menunggu calon suaminya juga calon anak kembarnya keluar dari rumah minimalist mereka.

“pokoknya awas ya jangan repotin om jinhyuk!” suara wooseok mulai terdengar.

“iya papa, lagian kan kita emang udah repotin dari lahir.”

“mulutnya mau papa cubit?! kak jinhyuk, bener gak apa apa kan jalan sama anak anak aku?”

“gak apa apa seok, hitung hitung kan supaya lebih kenal sama mereka.”

kalau lagi situasi kayak gini pasti si kembar saling senggol menyenggol, sebel papanya sok muda. padahal umurnya udah hampir 40 tahun, tapi kalau jalan bertiga sering disangka kakak dan adik.

“junhyuk hyewon? ayo, om pastiin kalian suka pergi hari ini.”

jinhyuk yang memakai celana jeans model skinny berpadu dengan kemeja dengan dalaman kaos putihnya terlihat seperti ingin hangout dengan adik adiknya sendiri.

“om yakin dandan kayak gini?”

belum jinhyuk jawab, mulut junhyuk sudah dihadiahi cubitan pelan oleh wooseok yang dibalas dengusan oleh anaknya.

tidak berlama lama setelah ucapan sayang dan labaian tangan akhirnya mobil hitam itu berjalan tidak tau kearah mana. si kembar pun tidak mau tau, yang terpenting mereka hanya ingin om jinhyuk tidak akan betah menjadi calon ayah tiri mereka.


ya tadi, sekarang kenyataannya mereka berdua sudah lupa misi yang akan mereka jalani. ketiganya malah sedang bercanda dan tertawa sambil memakan frozen yoghurt mereka.

“om tau? papa tuh pernah naik tornado di dufa terus habis itu muntah muntah! habis itu kita gak dibolehin naik wahana ekstrim kayak gitu!”

“oh ya? tadi baru pertama kali rock climbing? gak kelihatan loh, kalian jago ya manjat kayak gitu.”

“ah om bisa aja, pokoknya nanti om harus bawa kita lagi main main yang kayak gitu ya.”

jinhyuk terkekeh, “anak om gak bisa main kayak gini tapi om suka, eh om belum cerita ya kalau sudah punya anak juga?”

“HAH?”

“namanya jinwoo sepantaran sama kalian, mau om kenalkan?”

“HAH?”

“ASIK BANGET AKHIRNYA TERLEPAS DARI JUNHYUK MANUSIA TERNYEBELIN SEPANJANG MASA!”

baik hyewon juga junhyuk masih bersedekap dada saat melihat papanya yang malu malu duduk disamping sosok yang mungkin sebentar lagi akan menjadi ayah mereka. tapi mana mungkin segampang itu untuk menggatikan papinya yang lebih tampan juga terlihat lebih baik.

“sayang, ini om jinhyuk. pacarnya papa,” ucap wooseok dengan lembut, daritadi jarinya masih enggan melepas dari lengan jinhyuk. yang dikenalkan hanya tersenyum lembut sambil mengambil satu tas yang berisi makanan kecil yang mungkin disukai kedua calon anaknya.

“halo, junhyuk hyewon? kenalin nama om, jinhyuk. semoga kita bisa dekat ya?”

junhyuk mendengus, hyewon memalingkan mukanya kesal. walaupun papa dan papinya sudah bercerai dari mereka sd kelas 6, tapi bayang bayang mereka tinggal bersama masih tercetak jelas.

“om kenapa mau sama papa?” tanya hyewon.

jinhyuk tersenyum dan menatap wooseok terlebih dahulu sebelum menjawab, “papamu orang baik, om mungkin tidak bisa sebaik papi kalian atau sama persis seperti dia. tapi om bakal berusaha buat kalian semua bahagia.”

“bahagia aku dan junhyuk kalau papa dan papi sama sama lagi! emang om bisa lakuin itu?”

setelah itu hyewon naik keatas dengan terburu buru meninggalkan jinhyuk yang masih terkejut dengan pernyataan anak pacarnya.

oh ternyata gak semudah itu.

wooseok memejamkan matanya lalu bersender di bahu jinhyuk. anak anak ternyata masih belum bisa menerima perpisahan papi dan papanya.

“aku— aku juga gak setuju om, aku bahkan belum tau om beneran baik atau enggak buat papa. baru aja kenal masa mau langsung nikah?”

“junhyuk, umur papa sudah gak muda lagi. papa juga butuh sosok pasangan untuk menemani dan melindungi keluarga.”

suara wooseok melembut, ia menatap anaknya yang masih memasang raut tidak sukanya.

“kenapa gak balik sama papi?! aku bingung, keluarga kita baik baik aja kok sebelumnya. kenapa harus papa dan papi pisah? gak adil, papa egois!”

tangisan wooseok lepas saat junhyuk berteriak di depannya, anak itu dengan santainya juga menatap sengit jinhyuk yang menenangkan wooseok ke dalam pelukannya. ia buru buru naik keatas menyusul adiknya yang mungkin sedang menangis di kamarnya.

“kak jinhyuk, aku salah ya?” tanya wooseok, bukannya dijawab dirinya malah dibawa ke pangkuan yang lebih tinggi untuk dipeluk dan ditenangkan.

“gak ada yang salah oke? salah aku karena belum siap kenalin diri dari kemarin. malah pas mau lamar kamu baru berani kenalin diri, gak apa apa ya jangan nangis.”

wooseok malah menangis lebih kencang lagi, kemeja putih jinhyuk sudah basah karena air mata. wajah wooseok benar benar berantakan, jinhyuk membawa tangannya menangkup dan mengusap pipi wooseok dengan jari jarinya.

“jadinya jelek, ayo jangan nangis lagi. masa kalah sama anak aku jinwoo. dia terakhir nangis 3 tahun lalu loh.”

“kak jinhyukkkk~”

terlihat segerombolan lelaki yang sedang duduk santai di warung belakang sekolah mereka. kebanyakan dari mereka mengapit sebuah rokok yang dibeli bersama. terlihat dari bungkusnya yang sudah bergeletak begitu saja di lantai bawah.

“idih idih hangyul habis nyipet dimana bisa traktir kebutuhan istimewa begini?” tanya seungyoun yang lalu diiringi tawa dari semuanya.

hangyul sendiri hanya memutar bola matanya jengah, kenapa juga ya? ia mau bergabung dengan geng begajulan kayak mereka sekarang.

“yaudah lah yaw, nikmatin aja.”

tawa keras dari seungyoun, hangyul, yohan membangunkan lelaki yang tertidur di pojok ruangan. kemeja sekolahnya dijemur di depan karena tadi terciprat lumpur dekat sekolah. jadi tubuhnya hanya berbalut kaus hitam dengan jaket varsity merah marunnya.

“berisik dah lu semua!”

“eh tiang, udah bangun? gimana mimpiin pacarnya?” goda kookheon yang dibalas tawa dari yuvin.

“au ah gelap, palingan besok juga putus,” kata jinhyuk yang langsung berdiri menyambar tas gemblok yang dijadikan bantal untuk tidurnya tadi.

“dih mau kemana sih? mending sini main kartu. yang kalah beli rokok dua bungkus!”

jinhyuk terkekeh, “kerjaan gue banyak, gak kayak lu semua disini.”

baru juga selangkah ia mencapai pintu keluar, badannya bertubrukan dengan sosok yang lebih pendek dan mungil darinya. jinhyuk buru buru menunduk melihat siapa yang datang.

bagai tersihir dua obsidian hitam gelap milik orang di depannya ini. jinhyuk tidak bisa bergerak, badannya terasa tersentrum sesuatu yang tidak ia ketahui. dadanya berdegup kencang, penyakitnya tidak kambuh kan?

“permisi bisa? gue mau ketemu seungyoun.”

buru buru jinhyuk tersadar dari lamunannya. ia melihat lelaki di depannya ini menatapnya sinis, alisnya mengkerut jadi satu, bibir merahnya agak maju beberapa senti, dan yang paling membuatnya lucu pipinya semerah tomat.

jarang juga ia melihat seseorang yang punya kulit seputih susu seperti itu.

“eh ayang, kok tau aku ada disini?” seungyoun datang dari belakang sambil menepuk bahu jinhyuk—seakan menyuruhnya untuk keluar lebih dahulu agar kekasih hatinya bisa masuk.

bukannya pelukan yang diberikan, malah seungyoun terkena pukulan buku besar yang berada di tangan kekasihnya.

“adaw ayang!”

“apa apa apa?! bagus banget bolos sekolah terus belum pulang ke rumah sampai sore, buat aku yang disalahin sama mami kamu! dikira aku yang ajak pacaran setiap hari!” teriak wooseok frustasi, dadanya naik turun. teman teman seungyoun yang lain pun penasaran bagaimana wujud dari kekasih seungyoun yang katanya mirip kucing.

iya kucing galak.

mata wooseok seperti mengeluarkan leser kala di belakang kekasihnya sudah banyak lelaki lain yang berkumpul. tunggu, bahkan ada seungwoo pacar dari sahabatnya byungchan?

jinhyuk masih berdiri di tempatnya, melihat wooseok dari atas sampai bawah. seragam yang licin bagai baru keluar dari ruang setrika, tas gemblok yang ia tebak pasti penuh dengan buku buku tebal, sepatu berwarna hitam yang sebenarnya tinggi namun, kenapa tingginya tidak sampai se-hangyul? apalagi rambutnya yang tidak biasa—tidak seperti anak remaja biasanya. ada poni yang menutupi jidatnya.

“ah tau lah, aku mau pulang!”

dengan buru buru wooseok membalikan badannya lagi menghadap kearah jinhyuk. tidak ada bedanya, wajahnya masih merah menahan amarah oh, selain air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

“abang jangan lupa ambil jahitan ibu di mamang ya!”

beberapa kalimat dari ibunya menyadarkan bahwa ia harus segera pulang. matahari bahkan sudah mulai meredup.

“brad pulang duluan ya, eh pacar lo mau sekalian gue anterin gak?”


“oh anak smabel, ya pantes sih. eh, mau nambah lagi gak ketopraknya?” tanya jinhyuk dengan semangat. satu jam bersama wooseok tidak buruk juga, tadi sebelum kesini pun mereka berdua sempat berhenti di telfon umum untuk mengabari orang rumah.

“enggak usah ini udah kenyang. oh iya, jinhyuk udah berapa lama temenan sama uyon?”

jinhyuk berhenti memakan ketopraknya dan mulai menghitung dengan jarinya sendiri. yang mana membuat wooseok tertawa lepas. menurutnya, jinhyuk seperti anak tk yang baru belajar menghitung. tawanya semakin lepas ketika yang ditanya malah menggaruk kepalanya bingung.

“lupa, yang penting dari dia masih pakai sepeda roda empat kemana mana.”

“hmm, kenal sama orangtua uyon juga ya? mami papinya kayak gak setuju gitu aku sama uyon. setiap dia pulang malam pasti maminya langsung sindir aku lewat telfon,” lirih wooseok yang sekarang malah mengaduk ngaduk bumbu kacang yang ada di piringnya. jinhyuk yang melihatnya juga ikut menunduk.

ya memang sih, keluarga seungyoun tajir melintir. maminya bahkan sering bercerita akan menjodohkan seungyoun kelak dengan pilihan orangtuanya. tidak peduli anaknya suka atau tidak.

“kenal seungyoun dimana?”

wooseok tertawa kecil, tangannya ia tumpukan di meja dan menopang dagunya. ia tatap kedua mata jinhyuk yang menurutnya menyinarkan sinar aneh yang membuat ingin ia tatap terus.

“acara amal, dia main musik di acara itu. kita bertukar alamat, surat menyurat, telfon terkadang. baru tau dia anak stm, kaget banget soalnya gak kelihatan.”

“seungyoun gue tarik biar sekolah disana. dulu juga pas baru mulai sekolah kita kabur dari rumah dan hidup serabutan. tapi ya untungnya kami ditangkap polisi dan ya kayak biasa orangtua dipanggil, haha.”

wooseok menggeleng, kehidupannya berbeda dengan mereka berdua ternyata. pulang sekolah dijemput dan langsung kursus piano. kadang juga ia harus mengikuti kursus bahasa bahasa asing, seperti inggris juga bahasa belanda.

angin malam semakin membuat wooseok mengeratkan tangannya ke badannya sendiri. jinhyuk yang melihatnya inisiatif memakaikan jaket merahnya ke tubuh mungil wooseok.

“pake aja, jangan dilepas.”

wooseok mengulum senyumnya, “terimakasih, jinhyuk.”

dibalas dengan anggukan jinhyuk serta senyumnya. tidak banyak yang mereka lakukan, hanya sedikit bercanda dengan diselingi curhatan kecil baik dari wooseok maupun jinhyuk.

di motor pun sama, wooseok yang takut jatuh mengeratkan tangannya ke perut jinhyuk. kapalanya ia senderkan di pundak lebar milih jinhyuk.

“habis ini kemana wooseok?” tanya jinhyuk.

“ke kiri terus nanti ke kanan, rumahku yang pagar putih.”

hanya ada deru motor jinhyuk yang terdengar di perumahan mewah ini. disamping kanan maupun kirinya sudah berjejer rumah rumah besar yang pasti harganya fantastis.

“sudah sampai wooseok.”

wooseok turun dengan hati hati, kemudian membawa dirinya berdiri di samping jinhyuk. tangannya ia lipat di dada. wajahnya ia miringkan, jinhyuk yang bingung hanya diam.

“makasih ya udah ajak aku keliling, kapan kapan main ke ancol seru.”

jinhyuk tertawa, rambutnya yang bermodel belah tengah dengan poni yang tersisir rapih, jidatnya yang menawan berpadu dengan alis tebalnya. jinhyuk tampan, wooseok akui. bahkan dalam kondisi segelap apapun ia tampan.

“kenapa lihatin terus? ganteng?”

wooseok mengangguk. jinhyuk malah terkejut, tapi buru buru ia tertawa lebar.

“besok mau jalan lagi?”


dua minggu. ini sudah minggu kedua hubungannya dengan seungyoun renggang. minggu kedua hubungannya dengan jinhyuk semakin dekat. beberapa kali mereka berjalan jalan sore setelah pulang sekolah, kadang jinhyuk mengantarnya ke tempat kursus bahkan menunggunya.

malam minggu kemarin bahkan ia ke rumah wooseok untuk sekedar memenuhi permintaan papanya yang merasa tidak enak karena ia sering mengantar dan menjemput wooseok, anak tunggalnya.

“terus tau? kodok mahal ayah akhirnya dimakan sama ikan piranhanya!” cerita jinhyuk yang masih nyaman tertidur di paha wooseok. keduanya berada di ruang tamu rumah wooseok. kebetulan hari ini ia diundang lagi oleh mamanya wooseok yang baru pulang dari amerika.

“ya bantuin dong jinhyuk, kan kasihan kodoknya.

“nanti aku menghilang, kamu kangen,” diselingi oleh tawa keras jinhyuk yang membuat wooseok menjitak dahinya sampai agak memerah.

“duh, tangannya keras banget.”

pertengkaran keduanya berhenti ketika suara dehaman terdengar.

“aduh anak mama, pacarnya yang mana nih jadinya? jinhyuk atau seungyoun? mama sih setuju sama anak tinggi ini.”

“ah mama, apa sih...” gerutu wooseok pelan, mau menyangkal juga susah. wajahnya sudah semerah tomat sekarang. malah jinhyuk menyatukan kedua sisi pipi wooseok membuat bibirnya seperti bebek.


“ya gue udah tau kok, gue akuin sih lu bajingan juga brad.”

“baru tau? haha.”

keduanya bertemu di lapangan tenis perumahan seungyoun. peluh keringat bercucuran, apalagi seungyoun yang melawan jinhyuk dengan segala dendam yang ada.

semilir angin menemani keheningan keduanya, mereka duduk di bangku panjang di pojok lapangan. air minum yang mereka bawa sudah habis tinggal tersisa botolnya.

“gue udah incer dia dari tahun pertama kita sekolah. dulu gue lihat dia lagi tunggu supirnya di jalan depan sekolahnya. baru ketemu pas acara amal kemarin dan sekarang seenaknya lu ambil.”

jinhyuk mengangkat bahunya acuh, ia sudah berdiri. mengambil tas yang berisikan baju ganti miliknya.

“kala cinta menggoda, lagu yang cocok untuk gue. parah ketemu dia pertama kali, gue langsung jatuh cinta, gue sama sejeong langsung putus malem itu juga. dan kayaknya malem ini lu sama wooseok yang harus putus mungkin?”

“oh satu lagi, gimana udah ngerasa kan, gimana rasanya pacarnya direbut yang lain?”

FIN

Di tempat Jinhyuk bekerja sekarang sudah dipenuhi oleh banyak orang yang berseragam sama sepertinya. Ada yang bercengkrama, ada juga yang meneguk kopi hitamnya.

Seungyoun—teman seperjuangan Jinhyuk ( katanya ) memilih untuk bermain kartu uno dengan rekan kerjanya yang lain sebelum jam kerja kantor dimulai.

Itu si JJ ngapa mondar mandir mulu dah youn?

“Kata dia calon pacarnya udah gak on sejak seminggu lalu,” kata Seungyoun yang masih sibuk menyembunyikan kartunya dari teman rekan kerjanya yang ingin mengalahkan dia. Sesekali ia memukul kepala temannya yang ingin berbuat curang.

Kadang ia pusing untuk menghadapi kelakuan ajaib sahabatnya. Pernah sekali ia diajak bermain golf tapi yang dibawa malah alat pancing lengkap dengan peletnya. Meski begitu, memiliki seorang Jinhyuk di kehidupannya adalah sebuah keajaiban yang gak bakal ada di dunia.

Wajah tampan tapi typingnya jelek, siapa lagi kalau bukan Jinhyuk?

“Idih najis, di ghosting itu mah!” sahut Yuvin yang baru datang menenteng tas bergambar boboi miliknya.

Sukses membuat Jinhyuk menoleh kearah Yuvin, setalah beberapa detik kemudian ia langsung menghela nafas dengan kasar. Mendengus, lalu mengacak rambut yang sudah ditatanya sejak subuh tadi.

Raut wajahnya mengeras, apa iya dia dicampakan? atau mungkin Yuvin yang hanya mengada-ada?

Sebagian dari temannya yang lain langsung membawa Yuvin menjauh, terdengar juga erangan sakit yang samar-samar di telinga Jinhyuk.

Seungyoun yang mengetahui suasana hati sahabatnya tidak baik langsung merangkul dan membawanya berkeliling.

“Yaelah cupu amat sih J, yakin dah dia kagak nge-ghosting elu.”

“Kalau bukan ghosting kenapa gue chat gak dibales?” tanya Jinhyuk dengan seluruh perasaan sakit hatinya. Bibirnya ia majukan yang lalu malah dipukul keras oleh Seungyoun.

Jinhyuk meringis pelan mengusap bibirnya yang sepertinya akan bengkak kalau tidak segera diberi es batu untuk dikompres. Karena pukulan Seungyoun kerasnya bukan main. Wajar, ia rajin pergi melatih dan membentuk ototnya, beda dengan Jinhyuk yang hanya goleran di atas kasur sembari update tentang keadaannya ke sosial media.

Semua berkumpul, ada beberapa orang yang berpindah tugas kesini. Kita semua akan menyambutnya dengan hangat, agar mereka nyaman bekerja disini. Mengerti?

Lalu selanjutnya baik Jinhyuk juga Seungyoun mendekat kearah depan. Terlihat juga wajah wajah penasaran yang lainnya.

Katanya ada salah satu lulusan terbaik 5 tahun lalu!

Ada yang mantan selebgram itu bukan?

Gila, tadi sempat ketemu. Mukanya kayak porselen, maling juga mau aja kali serahin diri secara sukarela!

Baju coklatnya ia rapihkan agar tidak terlihat ada lecekan, biar begitu kesan pertama harus bagus bukan? Jinhyuk tidak ingin dianggap polisi begajulan oleh rekan kerjanya yang baru.

Satu lelaki keluar dari ruang atasannya, terlihat hidung bangir juga wajahnya yang tegas. Umurnya yang bisa Jinhyuk perkirakan sudah memasuki 30 tahunan.

Namanya Han Seungwoo ternyata, satu tingkat diatasnya—yang mungkin juga akan melaksanakan kenaikan pangkatnya menjadi AKP dua tiga tahun lagi.

“Ih ganteng ya?” ucap Seungyoun yang berada disampingnya. Dibalas anggukan Jinhyuk, pendingin ruangan sekarang membuat dirinya agak mengigil. Suhu ruangan lebih dingin daripada sebelumnya. Aneh.

Laki-laki kedua yang keluar dari ruangan sukses membuat Jinhyuk menganga. Jantungnya seperti merosot dari puncak emas monas ke stasiun gambir. Diam seperti patung, hanya itu yang bisa ia lakukan. Tangannya juga kaku, walau hanya ingin menutup mulutnya yang masih menganga lebar.

Tidak berbeda dengan ekspresi yang lainnya. Entah karena, wajahnya atau fakta ia adalah lulusan terbaik 5 tahun lalu.

“Halo, perkenalkan saya IPTU Wooseok Kim. Mohon kerjasamanya semua.”

Seperti dihantam truk tronton, Jinhyuk hanya ingin terduduk dan mengumpati kebadutan juga kebodohannya.

Dek Usok huhu, ini beneran Dek Usok?


Sebisa mungkin Jinhyuk tidak berhadapan dengan Wooseok selama bekerja tadi. Ia harus bersembunyi saat Wooseok berjalan juga harus diam di tempat sambil menduduk—sok sibuk. Yang intinya ia harus terlihat sibuk hingga tidak ada celah untuk Wooseok mempermalukan dirinya disini.

Baru juga seminggu yang lalu Jinhyuk merenungi chat demi chat yang ia kirim dari awal bertemu dengan 'Dek Usok' yang memang harus Jinhyuk akui ia sedikit norak pada saat itu. Mungkin efek dari bertahun-tahun tidak mau memegang ponsel.

Tapi, dewi fortuna tidak berpihak pada Jinhyuk kali ini. Tepat di depannya ada Wooseok yang terengah seperti habis mengejar sesuatu. Wajahnya yang seputih susu sudah memerah karena berlarian di basement, tangannya ia taruh di pinggang mungilnya.

“Hai mas Jinhyuk, gak mau pamer sama dek usok hihi.”

Jinhyuk selanjutnya hanya bisa menutup wajahnya dengan tangan besar miliknya sendiri. Menahan malu yang mungkin tidak akan selesai dalam 2 tahun lagi.

“Dek usoknya kangen nih, satu minggu gak chat sama mas Jinhyuk, karena hpnya jatuh dari kasur!”

Semakin-makin harga dirinya dihancurkan oleh sosok yang lebih mungil darinya. Apa Wooseok cuman polisi gadungan? Apa ini cuman kembaran dek usok yang asli?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul, yang mana selanjutnya ia merasa seperti dipeluk erat oleh sosok di depannya ini. Untungnya mereka berada di pojok basement yang gelap, jadi ya semoga gak bakal ketahuan dengan yang lain. Bisa mati kutu Jinhyuk.

“Ini bener dek usok?” kata Jinhyuk yang masih berharap kalau ini semua hanya mimpi.

“Huum, memang siapa lagi? Tapi kita tuh beda 5 tahun, jadi panggilnya sekarang kak usok! Ngerti dek hyukie?” pernyataan dari Wooseok membuat Jinhyuk semakin ingin menenggelamkan dirinya ke laut Ancol.

Wooseok semakin mengusakkan kepalanya nyaman di dada bidang Jinhyuk, as expected pelukannya hangat seperti senyumannya. Mungkin habis ini, bukan ide buruk menjalin hubungan dengan lelaki lebih muda jauh dari dirinya.

“Saya malu.”

Kalimat yang dilontarkan Jinhyuk membuat Wooseok tertawa keras. Sampai-sampai matanya mengeluarkan air mata.

“Aduh jangan tertawa, saya malu beneran.”

“Kenal Jinhyuk seperti ada hiburan tersendiri, walaupun harus nahan geli sih karena Jinhyuk typingnya kayak gitu banget! Tapi tenang nanti aku buat glow up mau?”

Jinhyuk terkekeh, “Kak Usok mau request typing ganteng juga saya sanggupi.”

END

“Tadi Wooseok cerita sampai mana?”

Wooseok menatap Jinhyuk kesal, pasalnya ia sedang bercerita tentang perkembangan putranya yang sekarang sudah bisa membaca buku sendiri dan bisa menjumlahkan angka dua digit.

Dan Jinhyuk, seenaknya memainkan ponselnya dengan serius. Daripada cerita ke suaminya, lebih baik ia cerita kepada ibu mertuanya yang sekarang sedang membawa Joel keliling kota malam malam.

Tanpa bicara lebih lanjut, Wooseok berdiri dan berjalan ke kasur lalu menutup diri dengan selimut tebal milik Jinhyuk.

“Wooseok maaf. Tadi temenku tanyain perihal mau kerjain tugas bareng. Eh, malah dia bilang kenapa gak ajak dia ke Jakarta juga. Aneh ya, siapa juga yang mau ajak dia?”

Dibalas dengan dehaman halus dan ia berbalik tidak ingin menghadap ke arah Jinhyuk. Punggungnya terasa dielus dari belakang, membuat ia semakin ingin memejamkan mata lalu bermimpi sedang bermain dengan Joel tanpa ada Jinhyuk.

“Hhh, yasudah. Malam sayang, mimpi indah,” kalimat terakhir yang diucapkan Jinhyuk sebelum mengecup pelipis Wooseok dan ikut tidur menghadap pintu lemari.

Warn : Kiss Scene

Nafas Wooseok terengah-engah, dengan cepat ia mengambil udara agar ia bisa bernafas dengan normal lagi. Matanya tidak sengaja bertemu dengan dua obsidian hitam lainnya yang ada tepat di depannya. Ia kemudian menyunggingkan senyumnya, yang lantas langsung dibalas oleh Jinhyuk.

Melihat Wooseok yang semakin terlihat menggoda di depannya, membuat dirinya langsung mengecup bibirnya lagi. Seakan membuat Wooseok terbuai akan dunianya sendiri, ia melesakan lidahnya semakin dalam. Wooseok melenguh, ciuman mereka semakin intens. Sesekali tangannya mengelus pipi suaminya yang penuh dengan peluh dan sedikit air mata yang terjun.

Namun sepertinya kegiatan mereka harus berakhir sebelum ke inti acara, “Papa ayah h-hiks, Joel mimpi buluk.”

Wooseok membelalakan matanya, buru buru ia turun dari pangkuan nyaman Jinhyuk. Ia lantas langsung menggedong Joel ke pelukannya yang nyaman.

“Papa ada disini sama ayah, Joel mimpi apa? Joel ndak baca doa minta ke tuhan untuk tidak dikasih mimpi buruk?”

Jinhyuk tersenyum, ia menepuk nepuk pahanya seakan berkata kepada sang suami sini aku pangku kamu, kamu pangku joel yang dibalas senyuman manis Wooseok.

“Joel mimpi hiks ayah dimam monstel, Joel can't save ayah cause the monstel so big and leally ugly,” keduanya menatap satu sama lain, lalu tertawa setelahnya.

“So, Joel can't sleep again huh? but tomorrow it's your first day in Playgroup. Gimana kalau papa dan ayah sing a lullaby for Joel. Supaya monsternya gone.”

Dibalas dengan anggukan kecil miliknya, Wooseok mengusap matanya yang masih dipenuhi air mata. Lalu mengecup pipi yang diikuti oleh Jinhyuk yang masih setia dan tidak keberatan memangku dua orang sekaligus.

“You're my sunshine, my only sunshine. You make me happy, when skies are gray. You'll never know dear, how much we love you. Please don't take my sunshine away.”

Suara lembut Wooseok berpadu dengan suara berat Jinhyuk menjadi kombinasi yang pas di telinga sang anak yang mulai memejamkan matanya lagi. Sebenarnya, tadi pun Joel masih setengah tertidur jadi bukan masalah besar untuk membuatnya tertidur kembali. Hanya dengan usapan pun bisa.

“Terimakasih sudah melahirkan anak sepintar dia, setampan dia, sebaik dia Wooseok.”