latar waktu tahun 90-an.
di suatu sore ini terlihat ada segerombolan lelaki yang sedang duduk santai di warung belakang sekolah. kebanyakan dari mereka mengapit sebuah rokok yang dibeli bersama-sama. terlihat dari bungkusnya yang sudah tergeletak begitu saja di lantai bawah.
“idih idih billkin habis nyipet dimana lu, bisa traktir kebutuhan istimewa begini?” tanya jeff yang lalu diiringi tawa dari semuanya.
billkin sendiri hanya memutar bola matanya jengah, kenapa juga ya? ia mau bergabung dengan geng begajulan kayak mereka sekarang.
“yaudah lah yaw, nikmatin aja.”
tawa keras dari jeff, billkin, bright membangunkan lelaki yang tertidur di pojok ruangan, bible. wajahnya yanh masih mengantuk juga rambutnya yang sudah agak memanjang terlihat acak-acakan, ia hanya memakai kaus hitam yang dibalut dengan jaket varsity merah marun. kemeja sekolahnya ia jemur di depan karena tadi terciprat lumpur dekat sekolah.
“berisik dah lu semua!” ucap bible agak kesal, namun ia tetap berjalan menghampiri mereka semua.
“eh si kasep, udah bangun? gimana mimpiin pacarnya?” goda bas yang dibalas tawa dari job.
“au ah gelap, palingan besok juga putus,” balas bible sinis, ia langsung menyambar tas gemblok yang dijadikan bantal untuk tidurnya tadi.
“dih mau kemana sih? mending sini main kartu. yang kalah beli rokok dua bungkus!”
bible terkekeh, “kerjaan gue banyak, gak kayak lu semua disini.”
baru juga selangkah ia mencapai pintu keluar, badannya bertubrukan dengan sosok yang lebih mungil darinya. bible buru-buru menunduk melihat siapa yang datang kesini.
bagai tersihir dua obsidian hitam gelap milik orang di depannya ini. bible tidak bisa bergerak, badannya terasa tersentrum sesuatu yang tidak ia ketahui. dadanya berdegup kencang, penyakitnya tidak kambuh kan?
“permisi bisa? gue mau ketemu jeff!” pekiknya. ini orang kenapa deh?
buru-buru bible tersadar dari lamunannya. ia bisa melihat wajah lelaki di depannya ini yang menatapnya sinis, alisnya mengkerut jadi satu, bibir merahnya agak maju beberapa senti, dan yang paling membuatnya lucu pipinya semerah tomat.
jarang juga ia melihat seseorang yang punya kulit seputih susu seperti ini.
“eh ayang, kok tau aku ada disini?” jeff datang dari belakang sambil menepuk bahu bible—seakan menyuruhnya untuk keluar lebih dahulu agar kekasih hatinya bisa masuk.
bukannya pelukan yang diberikan, malah jeff terkena pukulan buku besar yang berada di tangan kekasihnya.
“adaw ayang!”
“apa apa apa?! bagus banget bolos sekolah terus belum pulang ke rumah sampai sore, buat aku yang disalahin sama mami kamu! dikira aku yang ajak pacaran setiap hari!” teriaknya frustasi, dadanya naik turun. teman-teman jeff yang lain pun penasaran bagaimana wujud dari kekasih jeff yang katanya mirip kucing.
iya kucing galak.
mata biu seperti mengeluarkan leser kala di belakang kekasihnya sudah banyak lelaki lain yang berkumpul. tunggu, bahkan ada mile pacar dari sahabatnya disini?!
bible yang masih berdiri di tempatnya, melihat biu dari atas sampai bawah. seragamnya sangat licin bagai baru keluar dari ruang setrika (mungkin kalau ada nyamuk bisa terpleset saking licinnya), tas gemblok yang ia tebak pasti penuh dengan buku buku tebal, sepatu berwarna hitam yang sebenarnya memiliki hak yang tinggi namun, kenapa tingginya tidak sampai sepacarnya sendiri?
rambutnya juga tidak biasa—tidak seperti anak remaja biasanya. ada poni yang menutupi dahinya, bagian belakangnya juga agak panjang (tapi bukan tipikal rambut gondrong yang biasanya dipakai oleh anak-anak hits disini).
“ah tau lah, aku mau pulang!” teriak biu. ia sedikit menghentak-hentakan kaki kecilnya. dengan buru-buru biu membalikan badannya lagi menghadap kearah bible. tidak ada bedanya, wajahnya masih merah menahan amarah oh, selain ada air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
“abang jangan lupa ambil jahitan ibu di mamang ya!”
beberapa kalimat dari ibunya menyadarkan bahwa ia harus segera pulang. matahari bahkan sudah mulai meredup di singgasananya.
“brad pulang duluan ya, eh pacar lo mau sekalian gue anterin gak?”
“oh anak sma 8, ya pantes sih. eh, mau nambah lagi gak ketopraknya?” tanya bible dengan semangat. satu jam bersama biu tidak buruk juga, tadi sebelum kesini pun mereka berdua sempat berhenti di telfon umum untuk mengabari orang rumah. tidak lucu kan kalau mereka berdua dicari hingga kantor polisi?
“enggak usah ini aku udah kenyang banget bible. oh iya, kamu udah berapa lama temenan sama jeff?”
bible berhenti memakan ketopraknya dan mulai menghitung dengan jarinya sendiri. hal itu membuat biu tertawa lepas. menurutnya, bible seperti anak tk yang baru belajar menghitung. tawanya semakin lepas ketika yang ditanya malah menggaruk kepalanya kebingungan sendiri.
“lupa, yang penting dari dia masih pakai sepeda roda empat kemana mana.”
“hmm, kenal sama orangtua jeff juga ya? mami papinya kayak gak setuju gitu aku sama jeff. setiap dia pulang malam pasti maminya langsung sindir aku lewat telfon,” lirih biu yang sekarang malah mengaduk-ngaduk bumbu kacang yang ada di piringnya. bible yang melihatnya juga ikut menunduk.
ya memang sih, keluarga jeff tajir melintir. maminya bahkan sering bercerita akan menjodohkan jeff kelak dengan pilihan mereka sendiri. tidak peduli anaknya suka atau tidak.
“kenal jeff dimana?” tanya bible balik.
biu tertawa kecil, tangannya ia tumpukan di meja dan menopang dagunya. ia menatap kedua mata bible yang berada di hadapannya, menurut biu tatapan bible seperti mengeluarkan sinar aneh yang membuat ingin ia tatap terus menerus.
“acara amal, dia main musik di acara itu. kita bertukar alamat, surat menyurat, telfon terkadang. baru tau dia anak stm, kaget banget soalnya gak kelihatan.”
“jeff gue tarik biar sekolah disana. dulu juga pas baru mulai sekolah kita kabur dari rumah dan hidup serabutan. tapi ya untungnya kami ditangkap polisi dan ya kayak biasa orangtua dipanggil, haha.”
biu menggeleng, kehidupannya berbeda dengan mereka berdua ternyata. pulang sekolah dijemput dan langsung kursus piano. kadang juga ia harus mengikuti kursus bahasa bahasa asing, seperti inggris juga bahasa belanda.
angin malam yang berhembus, membuat biu mengeratkan tangan ke badannya sendiri. bible yang melihatnya inisiatif memakaikan jaket merahnya ke tubuh mungil biu.
“pake aja, jangan dilepas.” ujar bible.
biu mengulum senyumnya, “terimakasih, bible.”
yang dibalas dengan anggukan oleh lelaki itu disertai dengan senyuman. tidak banyak yang mereka lakukan, hanya sedikit bercanda dengan diselingi curhatan kecil baik dari biu maupun bible.
di motor pun sama, biu yang takut jatuh mengeratkan tangannya ke perut bible. kapalanya ia senderkan di pundak lebar milik bible, terlalu nyaman.
“habis ini kemana biu?” tanya bible yang masih mengendarai motor. keduanya sudah berada di kompleks perumahan biu.
“ke kiri terus nanti ke kanan, rumahku yang pagar putih.”
hanya ada deru motor bible yang terdengar di perumahan mewah ini. disamping kanan maupun kirinya sudah berjejer rumah rumah besar yang bible tebak pasti harganya fantastis. berbeda dengan wilayah rumahnya yang biasa saja tapi tetap berada di tengah perkotaan.
“sudah sampai biu.”
biu turun dengan hati hati, kemudian membawa dirinya berdiri di samping bible yang masih nyaman berada diatas motornya. tangannya ia lipat di dada. wajahnya ia miringkan, bible yang bingung hanya bisa terdiam.
“makasih ya udah ajak aku keliling, kapan kapan main ke ancol seru.”
bible tertawa, senyumnya sangat candy menurut biu, proporsi wajah bible sangat sempurna. ia sangat tampan, biu akui itu. bahkan dalam kondisi segelap apapun ia tetap tampan.
“kenapa lihatin terus? ganteng?”
biu mengangguk. bible malah terkejut, tapi buru buru ia tertawa lagi.
“besok mau jalan lagi gak?”
—-
dua minggu.
ini sudah minggu kedua hubungannya dengan jeff renggang. minggu kedua hubungannya dengan bible semakin dekat. beberapa kali mereka berjalan-jalan sore setelah pulang sekolah, kadang bible mengantarnya ke tempat kursus bahkan tidak segan untuk menunggunya.
malam minggu kemarin bahkan ia ke rumah biu untuk sekedar memenuhi permintaan papanya yang merasa tidak enak karena ia sering mengantar dan menjemput biu, anak tunggalnya.
“terus tau? kodok mahal ayah akhirnya dimakan sama ikan piranhanya!” cerita bible yang masih nyaman tertidur di paha biu. keduanya sekarang berada di ruang tamu rumah biu. kebetulan hari ini ia diundang lagi oleh mamanya biu yang baru pulang dari amerika. mau diberi hadiah, katanya.
“ya bantuin dong bible, kan kasihan kodoknya.”
“nanti aku menghilang, kamu kangen,” diselingi oleh tawa keras bible yang membuat biu menjitak dahinya sampai agak memerah.
“duh, tangannya keras banget sih.”
pertengkaran keduanya terhenti ketika suara dehaman terdengar.
“aduh anak mama, pacarnya yang mana nih jadinya? bible atau jeff? mama sih setuju sama yang ini.”
“ah mama, apa sih...” gerutu biu pelan, mau menyangkal juga susah. wajahnya sudah semerah tomat sekarang. ditambah lagi bible menyatukan kedua sisi pipi biu membuat bibirnya seperti bebek.
biu sangat malu sekarang.
“ya gue udah tau kok, gue akuin sih lu bajingan juga brad.”
“baru tau? haha.”
keduanya bertemu di lapangan tenis perumahan jeff. peluh keringat bercucuran, apalagi jeff yang melawan bible dengan segala dendam yang ada.
semilir angin menemani keheningan keduanya, mereka duduk di bangku panjang di pojok lapangan. air minum yang mereka bawa sudah habis tinggal tersisa botolnya.
“gue udah incer dia dari tahun pertama kita sekolah. dulu gue lihat dia lagi tunggu supirnya di jalan depan sekolahnya. baru ketemu pas acara amal kemarin dan sekarang seenaknya lu ambil.”
bible mengangkat bahunya acuh, ia sudah berdiri. mengambil tas yang berisikan baju ganti miliknya sendiri.
“lo tau jeff, pas gue ketemu dia pertama kali, gue langsung jatuh cinta, gue sama us langsung putus malem itu juga. dan kayaknya malem ini lu sama biu yang harus putus mungkin?”
“oh satu lagi, gimana udah ngerasa kan, gimana rasanya pacarnya direbut yang lain?”