“ngapain masih di balkon?”
kata orang jam tiga dini hari saat yang tepat untuk jujur atas perasaan yang sedang dialami. secangkir kopi pahit juga asap rokok yang berbentuk seperti lukisan abstrak, dirasa cocok untuk menemani mereka yang masih terbangun. gemini sedikit terkejut, karena ini adalah fourth yang rupanya masih seperti anak bayi pengkonsumsi kukis milna rasa pisang. mungkin jika orang lain melihat tampilan pria yang disampingnya saat ini akan lebih terkejut, kaki yang yang dibawa naik keatas kursi dan tangan yang mengapit sebuah rokok yang tersedia di toko konvensional.
tapi bukankah normal orang-orang memiliki sisi yang berbeda saat ia berada di keramaian? dan sisi inilah yang menyelamatkan jiwa fourth untuk tetap hidup normal seperti orang kebanyakan. orang yang bisa kapan saja berpura-pura tertidur di busway pada jam sibuk kerja, yang bisa kapan saja berkeliling kota dengan hanya memakai sandal swallow dengan warna mencolok, dan yang bisa kapan saja menemui teman kencannya di aplikasi kencan kuning tanpa harus muncul di timeline keesokan harinya. dan gemini dengan secangkir obat kehidupan untuk tetap waras mengerjakan segala warisan dari ayahnya yang kalau boleh, tidak ia ambil. pada akhirnya mereka hidup di satu ruang yang sama selama satu tahun belakangan ini, menjadi pasangan gila yang memaksakan untuk menjadi normal dan waras.
“kamu juga... kok masih disini?” kan, gemini tidak bohong mengenai fourth yang seperti anak bayi. bagaimana bisa asap yang masih mengepul itu berasal dari pria yang memasang wajah gemasnya seperti saat ini?
gemini dengan cepat menaruh cangkir yang ia bawa di samping asbak milik fourth. ia sudah tidak peduli dengan serbuk-serbuk rokok yang mungkin akan masuk ke dalamnya.
“cari pasangan yang harusnya tidur di samping aku.”
gemini tidak suka tidur sendirian. kata ibunya jam tiga pagi adalah dimana waktu monster akan memakan anak yang tertidur sendirian dan masih terbangun di atas tempat tidur, cerita konyol, tetapi gemini percaya bahwa segala ucapan ibunya akan menjadi kenyataan.
“kamu lagi mikirin apa sih?”
fourth sangat benci pertanyaan itu karena ia harus mengutarakan seribu satu pikiran yang ada di dalam otaknya. tetapi itu jika bukan gemini yang bertanya. karena fourth tahu ia hanya perlu menjawab satu. dan itu sudah cukup.
“lagi mikir kenapa ya kita gak bisa milih satu capres dan cawapres, kenapa mereka harus kita pilih sepaket?”
gemini hanya menggeleng pelan, ia mengambil cangkir kopinya dan meminumnya. mengizinkan rasa pahit menjajah lidahnya. “kayak kita, mereka saling melengkapi biar gak ada yang cacat.”
“kalau misalnya yang satunya gak bisa melengkapi dan malah nambah kecacatan itu gimana?”
“pertanyaan kamu rumit. tapi siapa sih yang mau jadi wakil kalau dipilihnya satu-satu gitu? pasti kan semuanya mau jadi orang pertama. gak ada yang mau jadi yang kedua.”
“aku mau kok, jadi yang kedua setelah kamu.”
“aneh, yang kedua pasti yang paling gak dilihat, hidup di belakang bayang-bayang si nomor satu.”
fourth menyesap rokoknya. asap yang ia sudah isap ia kebulkan keatas, rasa manis bercampur pahit ia kecap dengan bahagia. “soalnya aku yakin kamu pasti berusaha jadiin aku yang paling dilihat orang, iya kan?”
gemini tertawa, fourth paling tahu bagaimana cara untuk menggoda. “kenapa harus nanya?”
“karena... butuh validasi kali ya?”
“sekarang gantian aku yang tanya, kenapa manusia haus validasi.”
“biar merdeka kayak negara!” rambut fourth ia acak-acak. dasar curang malah asal jawabnya.
keduanya hening kembali untuk beberapa saat.
“aku denger besok kamu mau survei lokasi ya buat perumahan yang mau kamu buat?”
gemini hanya mengangguk dan berniat memejamkan matanya sejenak. ia sudah cukup lelah sekarang. biarlah fourth yang terus mengoceh, ia hanya menjadi pendengar setianya saja.
“kamu jahat tau gak. kasian aku lihat mereka demo, rumahnya digusur malah diganti jadi perumahan orang kaya.”
gemini rasa fourth tidak akan membiarkan ia tidur walau hanya lima menit saja. “manusia jahat di cerita orang lain, tapi kan yang penting di cerita kamu, aku gak jahat?”
“dasar manusia apatis.” berbanding terbalik dengan kepalanya yang mulai bersandar di sebelah gemini. balkon mereka tidak ada kursi, hanya ada satu meja kecil. bukannya tidak mampu, tapi keduanya lebih suka menyatu dengan tanah, katanya. padahal mereka sedang tinggal di lantai teratas sebuah gedung lima puluh lantai.
“kamu tau? yang demo kebanyakan preman yang kehilangan lapak untuk mereka malak orang, pelacur yang bingung dimana dia bakal layanin pelanggannya, maling yang bingung diman dia bakal sembunyi dari polisi. aku cuman bantu supaya kawasan itu bebas dari penjahat kayak mereka.”
bagi fourth yang gemini sebutkan bukan penjahat. mereka hanyalah seonggok orang yang sedang berusaha bertahan hidup, mencari uang untuk sebungkus nasi. semua manusia itu pelacur. tapi barang yang diperjual belikan berbeda pula.
“yaudah aku yang demo, jadi kamu gak bakal cap semua yang demo adalah penjahat.”
“oke, tapi satu ucapan yang keluar dari mulut kamu sama dengan satu ciuman ya sayang.”
dulu, saat pertama kali fourth melihat foto yang diberikan oleh ibunya, fourth menghina penampilan gemini. foto pertama, gemini yang memakai jas hitam dengan dalaman kemeja putih, foto kedua, gemini yang memakai polo putih, dan foto ketiga, gemini yang lagi-lagi memakai baju putih. tapi, ketika fourth bertemu dengan gemini pertama kali, hinaan tadi berubah menjadi kekaguman.
gemini bukan lelaki yang ada di pikirannya selama ini. ia tidak memakai kacamata bulat dengan kaca setebal tutup botol, tidak juga yang setiap dua detik mengusak hidungnya yang berair.
“gak boleh curang suamiku...”
suamiku
kata yang selalu membuat dada gemini bergemuruh hebat. “kadang aku bingung, gimana ya supaya gak terlalu cinta gini sama kamu?”
fourth tertawa lebar.
“jangan terlalu cinta gemi, kalau aku pergi nanti semua cinta kamu aku bawa pergi loh.”
“mangkanya kamu jangan pergi jauh-jauh, supaya aku tetep bisa kejar.”
dua orang yang duduk bersandar pada tembok itu kini sibuk menggenggam tangan. menyalurkan rasa cinta yang tidak bisa diungkapkan.